Friday, September 23, 2016

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA BAWANG MERAH



I. SYARAT TUMBUH
A. Iklim
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben 1995, Nazarudin 1999).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah (Rismunandar 1986).
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut (Sutarya dan Grubben 1995). Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah.
B. Tanah
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak masam (pH tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol (Sutarya dan Grubben 1995). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Rismunandar 1986).
























II. TEKNIK PENANAMAN
1.3. Pemilihan Varietas
Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah. Iklim, pemupukan, pengairan dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah.
Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma, dan bentuk. Bawang merah yangwarnanya merah, umbinya padat, rasanya pedas, aromanya wangi jika digoreng dan bentuknya lonjong lebih menarik dan disukai oleh konsumen.

1.4. Umbi Bibit
Pada umumnya bawang merah diperbanyak dengan menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas umbi bibit merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil produksi bawang merah. Umbi yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman yang sudah cukup tua umurnya, yaitu sekitar 70-80 hari setelah tanam. Umbi untuk bibit sebaiknya berukuran sedang (5-10 g). Penampilan umbi bibit harus segar dan sehat, bernas (padat, tidak keriput), dan warnanya cerah (tidak kusam). Umbi bibit sudah siap ditanam apabila telah disimpan selama 2 – 4 bulan sejak panen, dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi. Cara penyimpanan umbi bibit yang baik adalah menyimpannya dalam bentuk ikatan di atas para-para dapur atau disimpan di gudang khusus dengan pengasapan (Sutarya dan Grubben 1995, Nazaruddin 1999). Faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi. Berdasarkan ukuran umbi, umbi bibit digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu :

- umbi bibit besar (Ø = > 1,8 cm atau > 10 g)
- umbi bibit sedang (Ø = 1,5 – 1,8 cm atau 5 – 10 g)
- umbi bibit kecil (Ø = < 1,5 cm atau < 5 g)
Secara umum kualitas umbi yang baik untuk bibit adalah umbi yang berukuran sedang (Stallen dan Hilman 1991). Umbi bibit berukuran sedang merupakan umbi ganda, rata-rata terdiri dari 2 siung umbi, sedangkan umbi bibit berukuran besar rata-rata terdiri dari 3 siung umbi (Rismunandar 1986).
Umbi bibit yang besar dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan. Umbi bibit berukuran besar (Ø > 1,8 cm) akan tumbuh lebih vigor, menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi (Stallen dan Hilman 1991, Hidayat et. al. 2003). Namun jika dihitung berdasarkan beratnya bibit, harga umbi bibit berukuran besar mahal, sehingga umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran sedang. Umbi bibit berukuran kecil (Ø = < 1,5 cm) akan lemah pertumbuhannya dan hasilnya pun rendah (Rismunandar 1986). Sebelum ditanam, kulit luar umbi bibit yang mengering dibersihkan. Untuk umbi bibit yang umur simpannya kurang dari 2 bulan biasanya dilakukan pemotongan ujung umbi sepanjang kurang lebih ¼ bagian dari seluruh umbi. Tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan tunas dan merangsang tumbuhnya umbi samping (Rismunandar 1986, Hidayat 2004). Sebagai contoh, dari petakan seluas 1 m2 dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm dapat ditanam 40 tanaman, maka untuk lahan 1 ha dengan efisiensi lahan 65% diperlukan umbi bibit 6500 x 40 umbi = 260.000 umbi, seberat 260.000 x 5 g = 1300 kg bersih. Maka untuk 1 ha tanaman, perlu diadakan penyediaan umbi bibit kotor tidak kurang dari 1500 kg.
1.5. Kerapatan Tanaman
Selain ukuran umbi bibit, kerapatan tanaman atau jarak tanam juga berpengaruh terhadap hasil umbi bawang merah. Tujuan pengaturan jarak tanam pada dasarnya adalah memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari, serta memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil (Marid dan Vega 1971). Secara umum hasil tanaman per satuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing-masing umbi secara individu menurun karena terjadinya persaingan antar tanaman (Stallen dan Hilman 1991)
1.6. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah pada dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma. Pada lahan kering, tanah dibajak atau dicangkul sedalam 20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi 25 cm, sedangkan panjangnya tergantung pada kondisi lahan. Pada lahan bekas padi sawah atau bekas tebu, bedengan-bedengan dibuat terlebih dahulu dengan ukuran lebar 1,75 cm, kedalaman parit 50 – 60 cm dengan lebar parit 40 – 50 cm dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Kondisi bedengan mengikuti arah Timur Barat. Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diolah lagi 2 – 3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan dengan rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan tanah (ungkap 1, ungkap 2, cocrok) sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk ditanami sekitar 3 – 4 minggu. Pada saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan yang masam dengan pH kurang dari 5,6, disarankan pemberian kaptan/dolomit minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 – 1,5 t/ha/tahun, yang dianggap cukup untuk dua musim tanam berikutnya. Pemberian dolomit ini penting dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), terutama pada lahan masam atau lahan-lahan yang diusahakan secara intensif untuk tanaman sayuran pada umumnya.
1.7.Penanaman dan Pemupukan
Setelah lahan selesai diolah, kegiatan selanjutnya adalah pemberian pupuk dasar. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk kandang sapi dengan dosis 10 – 20 t/ha atau pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6 t/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 t/ha khususnya pada lahan kering. Selain itu pupuk P (SP-36) dengan dosis 200-250 kg/ha (70 – 90 kg P2O5/ha), yang diaplikasikan 2-3 hari sebelum tanaman dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah. Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm atau 15 cm x 15 cm. Dengan alat penugal, lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lubang tanaman dengan gerakan seperti memutar sekerup, sehingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam terlalu dalam, karena umbi mudah mengalami pembusukan. Setelah tanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang halus.
Pemupukan susulan I berupa pupuk N dan K dilakukan pada umur 10 – 15 hari setelah tanam dan susulan ke II pada umur 1 bulan sesudah tanam, masing-masing ½ dosis. Macam dan jumlah pupuk N dan K yang diberikan adalah sebagai berikut : N sebanyak 150-200 kg/ha dan K sebanyak 50-100 kg K2O/ha atau 100-200 kg KCl/ha. Komposisi pupuk N yang paling baik untuk menghasilkan umbi bawang merah konsumsi adalah 1/3 N (Urea) + 2/3 N (ZA) .
Pupuk K sebanyak 50-100 kg K2O/ha diaplikasikan bersama-sama pupuk N dalam larikan dan dibenamkan ke dalam tanah. Sumber pupuk K yang paling baik adalah KCl atau K2MgSO4 (Kamas). Untuk mencegah kemungkinan kekurangan unsur mikro dapat digunakan pupuk pelengkap cair yang mengandung unsur mikro.

1.8. Pengairan
Meskipun tidak menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah dalam keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya satu kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen. Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya hanya ditujukan untuk membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah. Pada bawang merah periode kritis karena kekurangan air terjadi saat pembentukan umbi (Splittosser 1979)
Pemeliharaan tanaman bawang merah lainnya yaitu pengendalian gulma. Pertumbuhan gulma pada pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh karena itu penyiangan merupakan keharusan dan sangat efektif untuk luasan yang terbatas.
1.9. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama penyakit yang menyerang tanaman bawang merah antara lain adalah ulat grayak Spodoptera, Trips, Bercak ungu Alternaria (Trotol); otomatis (Colletotrichum), busuk umbi Fusarium dan busuk putih Sclerotum, busuk daun Stemphylium dan virus.
Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan rutin atau tindakan preventif yang dilakukan petani bawang merah. Umumnya kegiatan ini dilakukan pada minggu kedua setelah tanam dan terakhir pada minggu kedelapan dengan dengan interval 2-3 hari.
Pengendalian hama dan penyakit yang tidak tepat (pencampuran 2-3 jenis pestisida, dosis yang tidak tepat, spuyer (nozzle) yang tidak standar) dapat menimbulkan masalah yang serius (kesehatan, pemborosan, resistensi hama dan penyakit, residu pestisida, pencemaran lingkungan dsb). Salah satu cara yang dianjurkan untuk mengurangi jumlah pemakaian pestisida adalah dengan tidak mencampurkan beberapa jenis pestisida, memakai konsentrasi pestisida yang dianjurkan, memakai spuyer (nozzle) standar dengan tekanan pompa yang cukup.
3.9. Pemanenan
Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada umur 60 – 70 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Bawang merah yang telah dipanen kemudian diikat pada batangnya untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur sampai cukup kering (1-2 minggu) dengan dibawah sinar matahari langsung, kemudian biasanya diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan alat pengering khusus sampai mencapai kadar air kurang lebih 80%. Apabila tidak langsung dijual, umbi bawang merah disimpan dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan bawang merah di gudang khusus, pada suhu 25-30 ºC dan kelembaban yang cukup rendah (± 60-80%) (Sutarya dan Grubben 1995).

















                                   

No comments:

Post a Comment