Monday, April 10, 2017

PROPOSAL TUGAS AKHIR PEMANFAATAN AMPAS TAHU DAN TEKNIK PELUBANGAN PADA MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN AMPAS TAHU DAN TEKNIK PELUBANGAN PADA MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Description: Logo_Polije_500.jpg
 





oleh
Citra Helda Anggia
NIM A31151077



PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2017



BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
     Jamur tiram merupakan salah satu tanaman hortikultura yang digemari masyarakat Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik  (2015) produksi jamur tiram dalam lima tahun terkhir menunjukkan hasil yang fluktuatif. Pada tahun 2011 produksi jamur mencapai 45.854 ton, tahun 2012 mengalami penurunan hasil menjadi 40.886 ton, tahun 2013 mengalami peningkatan  44.565 ton, tahun 2014 mengalami penurunan 37.410 ton, tahun 2015 menghasilkan hasil produksi 33.485. Melihat hasil produksi dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 mengalami penurunan hasil produksi mencapai 10,49%  dengan keadaan teknologi budidaya jamur  dan kurangnyapengetahuan prospek usaha budidaya jamur.
     Dilaporkan oleh Direktorat Jendral Hortikultura (2014) kebutuhan jamur  adalah Nilai capaian produksi jamur Tahun 2014 masih jauh dari target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 20.837 ton (28,2%) dari target 73.800 ton. Belum tercapainya target produksi yang telah ditetapkan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: alokasi anggaran APBN Tahun 2014 baik untuk pembinaan dan pengembangan kawasan masih terbatas, masih terbatasnya ketersediaan benih unggul jamur dan akses penelitian dan pengembangan ke Badan Litbang, penerapan inovasi teknologi maju jamur belum optimal, terbatasnya modal petani untuk peremajaan kubung ditambah dengan meningkatnya harga bahan baku media tanam serta kurangnya promosi. Hal ini menyebabkan produksi tidak sebanyak periode sebelumnya.
     Data tersebut memperlihatkan bahwa produksi jamur terus mengalami hasil yang fluktuatif. Produksi jamur tiram menurun dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti kurangnya penerapan teknik pelubangan pada media  dan pemanfaatan limbah contoh ampas tahu. Oleh karena itu harus diupayakan agar peningkatan hasil produksi jamur tiram dapat tercapai sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Ampas tahu merupakan hasil sampingdari proses pengolahan tahu. Bentuknya berupa padatan berasal dari sisa-sisa bubur kedelai yang diperas, ampas tahu merupakan zat-zat antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin  (Lailatul, 2015), Adiyuwono (2000) menambahkan protein berfungsi untuk merangsang pertumbuhan miselia, sedangkan lemak digunakan sebagai sumber energi untuk mengurai karbohidrat, protein dan vitamin. Ervina (2000) menjelaskan ampas tahu dapat memberikan hasil panen lebih awal, jumlah badan buah dan berat badan buah lebih berat, sehingga dapat menguntungkan.
     Menurut Chang (1978), untuk mendapatkan kualitas yang baik, jamur harus memenuhi kriteria antara lain berada dalam tahap pertumbuhan kancing atau tubuh buah belum terbuka, diameter 2,5 – 3,5 cm, berwarna putih, berbentuk bulat atau oval, dan masih dalam keadaan segar diperlukan teknik pelubangan untuk mendapatkan kualitas yang baik, media tetap terjaga kelembapannya. Berdasarkan latarbelakang tersebut diperlukan penelitian dengan menggunakan pemanfaatan ampas tahu dan teknik pelubangan pada media agar pertumbuhan dan produksinya optimal.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pemberian ampas tahu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus) ?
2.      Apakah teknik pelubangan memberikan pengaruh pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengaruh dosis ampas tahu terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
2.      Mengetahui pengaruh teknik pelubangan terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)

1.4  Manfaat Penelitian
1.      Bagi peneliti untuk mencari teori baru dan memperkaya ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan limbah tahu dan teknik pelubangan pada media terhadap perumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
2.      Dapat memberikan informasi kepada petani tentang budidaya jamur yang benar

1.5   Hipotesis
 H1 = Pemberian ampas tahu dan teknik pelubangan pada media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram
 Ho = Pemberian ampas tahu dan teknik pelubangan pada media tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram













BAB 2. TINJAUANPUSTAKA


2.1 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreoutus)
     Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada medium kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai jamur ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke pinggir (Cahyana dkk., 1999).
     Menurut Cahyana dkk.,(1997) jamur tiram merupakan salah satu jenisjamur yang sekarang banyak dibudidayakan. Jenis jamur tiram yang banyakdibudidayakan antara lain Pleurotus florida, Pleurotus sajor-caju, Pleurotusostreatus, Pleurotus cysdiosus, Pleurotus flabellatus dan Pleurotus sapidus. Di Indonesia Pleurotus ostreatus disebut sebagai jamur tiram putih, sedangkan di Jepang disebut jamur mutiara atau hiratake.
     Taksonomi jamur tiram putih menurut Soenanto(2000), sebagai berikut:
Kindom           : Myceteae
Divisio             : Amastigomycota
Sub-divisio      : Basidiomycotae
Kelas               : Basidiomycetes
Ordo                : Agaricales
Familia            : Agaricaceae
Genus              : Pleurotus
Spesies            : Pleurotus ostreatus
     Menurut Sumarsih (2010), jamur tiram (Pleurotus spp) merupakan salah satu dari jamur edibel komersial, bernilai ekonomi tinggi dan prospektif sebagai sumber pendapatan petani. Jamur tiram termasuk bahan makanan yang tinggi protein, mengandung berbagai mineral anorganik, dan rendah lemak yaitu 1,6% (Cahyana dkk, 1999). Kadar protein dalam jamur tiram lebih baik bila dibandingkan dengan jenis jamur lain. Jamur tiram putih mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi dibandingkan jenis jamur lain (Nunung, 2001).
     Manfaat jamur tiram memiliki rasa yang enak dan jamur tirambergizi tinggi. Kandungan protein nabatiyang terkandung mencapai 10-30%, presentase kandungan protein nabati menunjukan bahwa kandungan protein jamur tiram lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan protein di dalam asparagus, kol, dan kentang.Manfaat jamur tiram jika dikonsumsi dalam bentuk kering, per 100 gram jamur tiram mengandung 35-58 mg vitamin C dan 4,7-4,9 mg per vitamin B2. Jamur tiram mengandung garam mineral yang presentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan daging domba. Kandungan mineral penting di dalam jamur tiram antara lain zat besi (fe), fosfor (P), kalium (K), natrium (Na), dan kalsium (Ca). Jamur tiram juga memiliki manfaat dalam pengobatan yaitu menurunkan kolesteol, meningkatkan sel darah merah (Eritrosit), mengobati kanker, tanbahan gizi untuk ibu hamil. Jamur tiram mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya.Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Jenis asam amino tersebut adalah isoleusin, lysin, methionin, cystein, penylalanin, tyrosin, treonin, tryptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asamaspartat, asam glutamat, glysin, prolin dan serin (Redaksi Agromedia, 2009)

2.2 Syarat Tumbuh
     Jamur tiram merupakan tumbuhan saprofit yang hidup dikayu - kayu lunak dan memperoleh bahan makanan dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan organik. Syarat lingkungan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan jamurtiram yaitu kandungan air dalam substrak berkisar 60-65%, apabila kondisi kering maka pertumbuhan akan terganggu atau berhenti begitupula sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi maka miselium akan membusukdan mati. Kelembapan inkubasi atau saat jamur tiram membentuk miselium harus dipertahankan antara80-90%, suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 22-28 º C.Pertumbuhan jamur tiram sangat peka terhadap sinar matahari secara langsung, penyinaran matahari secara langsung akan mengakibatkan kerusakan sehingga jamur tiram mati dan tidak memiliki nilai ekonomis. Sinar matahari tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux) bermanfaat dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh buah, intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh buah sekitar 200 lux. Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pHoptimum pada media tanam berkisar 6-7(Widyastuti dan Tjokrokusumo, 2008).

2.3    Ampas Tahu
     Ampas tahu merupakan hasil samping dari hasil pengelolahan tahu. Bentuknya berupa padatan berasal dari sisa – sisa bubur kedelai yang diperas. Pada umumnya berwarna putih dan berbau khas. Pada suhu kamar akan cepat rusak jika dibiarkan begitu saja di udara terbuka (anonymous, 1979).
     Ampas tahu terkandung zat – zat antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Menurut Adiyuwono (2000) ampas tahu mengandung protein 26,6 % dan mempunyai kandungan serat kasar 14%. Jika dalam keadaan basah, kandungan kadar air sebesar 80%, kandungan protein berkisar 3-4 %. menambahkan protein berfungsi untuk merangsang pertumbuhan miselia, sedangkan lemak digunakan sebagai sumber energi untuk mengurangi zat – zat diatas.

2.4 Teknik Pelubangan Pada Media
     Penumbuhan tubuh jamur dilakukan saat 75% permukaan media tumbuh telah tertutup oleh miselium jamur tiram, penumbuhan dilakukan dengan cara merobek plastic baglog pada bagian lengkung yang berada di dekat ujung baglog. Tipe sobekan bias berbentuk segi empat yang berukuran 1x1 cm atau berbentuk huruf L. (Aufa, 2015).








BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat
     Penelitian ini dilaksanakan Kumbung Jamur Politeknik Negeri Jember Kab. Jember dengan ketinggian tempat ± 89 m di atas permukaan laut. Suhu rata-rata 23 ºC - 32ºC. Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Oktober – Februari 2018.

3.2 Alat dan Bahan
     Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kayu gergaji, bekatul, tepung ampas tahu, kalsium carbonat/kapur (CaCO3), dan isolat berupa propagul Pleurotus ostreatus (F2) sebagai bahan untuk media tanam jamur. Bahan lain yang digunakan adalah plastik Polipropilen ukuran 17, kapas, lakban, kertas label, alkohol 70%, dan kertas milimeter blok.
     Penelitian ini menggunakan alat yaitu skop, cangkul, steam boiller, alat pengepres, gelas ukur, rak pemeliharaan, jarum ose, ring, cincin baglog, mesin penggiling, lampu bunsen, dan timbangan.

3.3 Metode Penelitian
     Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi dalam RAK dengan dua faktor.
Faktor I : Pelubangan (P) yang terdiri dari :
M1 : 1 lubang depan dan belakang
M2 : 2 lubang depan dan belakang
M3 :  3 lubang depan dan belakang
Faktor II : Nutrisi Tepung Ampas Tahu (T) yang terdiri dari :
T1 : 25 % tepung ampas tahu + 100% bekatul
T2 : 50 % tepung ampas tahu + 75% bekatul
T3 : 70 % tepung ampas tahu + 50% bekatul
     Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi sebanyak 9 kombinasi perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 15 baglog sehingga terdapat 405 baglog. Berikut ini adalah denah lay out percobaan jamur tiram yang akan digunakan dalam penelitian :
I

II

III
P3T3

P2T2

P1T2
P3T2

P2T1

P1T1
P3T1

P2T3

P1T3





P1T3

P3T1

P2T3
P1T1

P3T3

P2T1
P1T2

P3T2

P2T2





P2T1

P1T2

P3T2
P2T2

P1T1

P3T1
P2T3

P1T3

P3T3

Keterangan :
P1T1 : 1 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 25%  tepung ampas tahu + 75%   bekatul 
M1T2 : 1 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 50% tepung ampas tahu + 50% bekatul 
M1T3 : 1 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 75% tepung  ampas tahu + 25% bekatul
M2T1 : 2 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 25% tepung ampas tahu + 75%   bekatul 
M2T2 : 2 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 50% tepung ampas tahu + 50% bekatul 
M2T3 : 2 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 75% tepung ampas tahu + 25% bekatul
M3T1 : 3 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 25%  tepung ampas tahu + 75%   bekatul 
M3T2 : 3 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 50% tepung ampas tahu + 50% bekatul 
M3T3 : 3 pelubangan depan dan belakang + 50% serbuk gergaji + 75% tepung ampas tahu + 25% bekatul

3.4 Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini diantaranya yaitu persiapan media tanam, sterilisasi, inokulasi, pemeliharaan, panen, dan pengambilan data.

3.4.1 Persiapan Media Tanam
Bahan yang digunakan terdiri dari serbuk gergaji, tepung ampas tahu, bekatul dan kapur. Ampas tahu yang digunakan adalah ampas tahu yang sudah diperas dan dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling menjadi tepung ampas tahu.
Bahan-bahan dicampur menjadi satu sesuai dengan perlakuan hingga homogen dan disiram dengan air hingga mencapai kelembaban 60-65 % dengan ciri-ciri media tidak akan hancur ketika digenggam, kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik  polipropilen berukuran 17 cm dan dipadatkan menggunakan kayu penumbuk atau botol. Media yang telah padat (baglog) diberi lubang dengan kedalaman ± 5 cm sebagai tempat bibit, selanjutnya dipasang cincin di mulut baglog dan terakhir ditutup dengan kapas.

3.4.2  Sterilisasi
     Tujuan dilakukannya sterilisasi yaitu untuk mendapatkan serbuk kayu yang steril bebas dari mikroba dan jamur lain yang tidak dikendaki. Tahapan sterilisasi yang dilakukan dalam penelitian yaitu :
a.    Baglog yang telah diisi media dari masing-masing perlakuan, kemudian dimasukkan ke dalam steam boiler
b.    Baglog dimasukkan satu persatu  hingga semua bagian steam terpenuhi
c.    Steam boiler yang sudah penuh kemudian ditutup  dan dikunci, sebelum melakukan sterilisasi terlebih dahulu dilakukan pengecekkan tabung air, apabila tabung air kosong maka diisi terlebih dahulu hingga 3/5 bagian .
d.   Tabung air yang telah siap kemudian dipasang tabung gas, setelah itu  steam boiler dinyalakan menggunakan korek api.
     Sterilisasi media dilakukan dengan suhu 100°C selama 6-8 jam. Proses selanjutnya membiarkan suhu steam boiller dingin dengan sendirinya selama 1 x 24 jam kemudian baglog dapat dikeluarkan dan dipindah ke ruang inokulasi. Baglog didiamkan selama satu malam di dalam ruang inokulasi yang steril hingga suhu baglog kembali normal.

3.4.3 Inokulasi
     Inokulasi adalah proses pemindahan sejumlah kecil miselium jamur dari biakan induk kedalam media tanam yang telah disediakan. Inokulasi dilakukan pada ruangan steril. Kegiatan inokulasi dimulai dengan menyalakan api bunsen dan membakar alat yang akan digunakan di atas api bunsen. Tangan disterilkan dengan menggunakan alkohol kemudian dilanjutkan dengan membuka dan memindahkan bibit yang berasal dari dalam botol ke dalam baglog dengan menggunakan spatula panjang dengan kondisi yang steril. Bibit yang dimasukkan sebanyak ± 10 gram, setelah bibit dimasukkan tutup kembali mulut cincin media dengan menggunakan kapas. Proses inokulasi harus dilakukan dengan cepat untuk mengurangi terjadinya kontak media bagian dalam dengan udara sehingga kontaminasi bisa dihindari.

3.3.4 Inkubasi
     Proses ini dilakukan setelah inokulasi selesai, kemudian baglog dipindahkan ke ruang inkubasi dengan suhu 28-30ºC, kelembaban 65-80% dan intensitas cahaya ± 10%. Ruangan tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran disekitarnya seperti sarang laba-laba, debu dan semacamnya. Ruangan harus selalu dalam kondisi bersih untuk menghindari adanya kontaminasi pada media. Baglog yang sudah diinokulasi ditata di atas rak bambu sesuai perlakuan. Baglog yang menjadi sampel dipasangi kertas millimeter untuk memudahkan saat pengamatan serta masing-masing perlakuan diberikan identitas kode perlakuan, ulangan dan nomor sampel (labelisasi) agar data yang diperoleh lebih valid.
     Inkubasi dilakukan selama ± 30-40 hari setelah inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselium jamur dapat diketahui ±1 minggu setelah inokulasi, apabila miselium yang tumbuh berwarna lain segera dilakukan sterilisasi dan inokulasi kembali atau baglog disingkirkan. Bibit jamur yang berhasil tumbuh ditandai dengan penyebaran miselium yang berwarna putih sampai menutupi baglog minimal 75%. Media tanam siap dipindahkan ke ruang penumbuhan (kumbung) apabila miselium sudah memenuhi seluruh baglog.

3.4.5 Pemindahan ke Ruang Budidaya
     Satu bulan di tempat inkubasi, miselium jamur yang berwarna putih sudah tumbuh memenuhi media dan siap untuk dipindahkan ke ruang penumbuhan (kumbung). Kumbung yang akan digunakan sebagai ruang budidaya terlebih dahulu harus dibersihkan dari kotoran baik sampah maupun sarang binatang misalnya laba-laba dan semut. Ruangan juga harus disiram dengan air baik dinding, lantai maupun rak-rak penyimpanan. Baglog yang dipindah diletakkan di atas rak dan ditata dengan rapi sesuai denah layout setiap unit percobaan.

3.4.6 Pembukaan Tutup dan Teknik Pelubangan
     Baglog yang telah dipenuhi miselium dan ditata di atas rak ruang tumbuh, dapat dilakukan penumbuhan dengan cara membuka kapas dan cincin baglog. Plastik di permukaan bawah baglog disobek menggunakan cutter dengan hati-hati sehingga air tidak dapat menggenang. Pada 3 - 5  minggu  setelah tutup dibuka, badan buah jamur  akan terbentuk dan setelah beberapa hari jamur dapat dipanen. Tahap pelubangan berikutnya yaitu pada bagian belakang baglog dilubangi atau plastik disayat membentuk huruf L jika terlihat pin head tumbuh di samping atau bagian bawah baglog sehingga nutrisi media pada baglog dapat termanfaatkan sampai habis.

3.4.7 Pemeliharaan
     Pemeliharaan di ruang penumbuhan seperti penyiraman dilakukan minimal dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Bagian ruangan yang disiram adalah lantai dan dinding ruangan. Penyiraman dilakukan untuk mengkondisikan ruangan agar suhu terjaga berkisar antara 22-28°C dan kelembaban 80-95%.  Penyiraman dilakukan dengan sistem pengkabutan untuk menjaga kelembaban pada baglog. Pemeliharaan lain yaitu sanitasi atau pembersihan lingkungan kumbung dan penyemprotan langsung ke media jika media mulai kering karena telah beberapa kali panen.

3.4.8 Pemanenan
     Pemanenan jamur dilakukan dengan cara dipetik dari pangkal batang agar tidak tersisa pangkal batang pada media. Waktu pemanenan yakni pada pagi hari agar jamur masih dalam kondisi segar, dilakukan setiap hari tergantung dari pertumbuhan tubuh buah jamur dan dilakukan 3-5 hari setelah muncul pinhead dengan frekuensi panen tiap baglog yaitu 2-5 kali. Pemanenan jamur dilakukan berdasarkan kriteria panen jamur yaitu berukuran besar dan bertepi runcing akan tetapi belum mekar penuh/pecah, warna jamur tiram belum pudar, tekstur jamur tiram masih kokoh dan lentur. Jamur tiram yang telah dipanen dibersihkan pangkal batang tubuh buahnya dengan cara dipotong menggunakan gunting.

3.4.9 Pengumpulan Data
     Pengambilan data dimulai ketika miselium mulai muncul hingga jamur dipanen. Data  yang diambil diperoleh dari pengukuran masing-masing parameter yang diamati. Dari 15 baglog yang digunakan, diambil 10 baglog sebagai sampel tiap ulangan untuk pengambilan data. Pengambilan data diakhiri setelah 5 kali produksi.

3.5  Parameter Pengamatan
3.5.1    Pertumbuhan Miselium Jamur ( cm )
     Pengamatan terhadap pertumbuhan miselium dilakukan setiap 3 hari sekali dimulai dari tumbuhnya miselium pertama setelah inokulasi (HSI) hingga media dipenuhi oleh miselium jamur, diukur dengan menggunakan kertas milimeter blok dan diambil 10 baglog/satuan unit percobaan kemudian dirata-rata.

3.5.2         Lama  Muncul Pin Head Setelah Inokulasi ( HSI )
    Pengamatan lama muncul pin head jamur tiram dilakukan dengan mengamati pertumbuhan pin head pertama setelah inokulasi pada setiap sampel. Kriteria pin head yang tumbuh yaitu dengan ukuran panjang ± 2 cm serta muncul bakal tudung jamur tiram. Pengamatan dilakukan setiap hari setelah pemindahan jamur ke ruang budidaya dan dinyatakan dalam hari setelah inokulasi (HSI).


3.5.3        Produksi Jamur Tiram
1.    Berat Total Produksi Jamur per Baglog (gram)
     Pengamatan berat total produksi per baglog jamur tiram dilakukan dengan menimbang berat jamur tiram setiap kali panen pada 10 sampel setiap perlakuan selama masa produksi.
2.    Rata-rata Jumlah Tudung Jamur per Baglog
Jumlah tudung buah pada jamur tiram di hitung setiap kali panen dengan menghitung jumlah tudung per sample kemudian di rata-rata,  ciri-ciri tudung yang dipanen yaitu tudung terbuka sempurna dan diamati selama masa produksi jamur tiram.
3.    Rata-Rata Diameter Tudung Per Baglog  (cm)
Data pengamatan diameter tudung jamur dilakukan setiap kali panen dengan cara mengukur diameter tudung secara melintang menggunakan penggaris pada 3 tudung setiap rumpun, kemudian di rata-rata.
4.    Rata-Rata Panjang Tangkai Per Baglog (cm)
Data pengamatan rata-rata panjang tangkai dilakukan setiap kali panen  dengan cara mengukur mulai dari pangkal tangkai hingga ujung tangkai menggunakan penggaris. Parameter panjang tangkai diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata panjang tangkai jamur tiram yang diambil dari 3 sampel tudung tiap panen sehingga diperoleh rata-rata dari tiap media perlakuan.
5.    Berat Total Produksi Jamur Tiram Per Perlakuan (kg)
Pengamatan berat total produksi per perlakuan pada  jamur tiram dilakukan  dengan menimbang berat total  setiap kali panen pada setiap perlakuan selama masa produksi kemudian dijumlahkan sesuai dengan satuan unit percobaan.



3.5.4        Rata-rata Interval Panen Jamur Tiram (hari)
     Pengamatan interval panen jamur tiram dilakukan setiap kali panen dengan mengamati interval panen pada masing-masing perlakuan. Data  interval  panen  diperoleh dengan  cara  mencatat waktu yang dibutuhkan setiap media perlakuan dalam membentuk badan buah yang siap dipanen. Pengambilan data dilakukan ketika panen pertama, kedua sampai kelima dan dari data tersebut dihitung waktu yang dibutuhkan antara panen pertama dan kedua, kedua dan ketiga begitupun selanjutnya sampai panen kelima.

3.5.5        Masa Panen
     Pengamatan masa panen jamur tiram dilakukan dengan cara mengamati lama pemanenan (hari) mulai dari jamur tiram panen pertama hingga terakhir atau baglog tidak memberikan nilai ekonomis.

3.5.6        Penyusutan Media Jamur Tiram (gram)
     Data pengamatan penyusutan media jamur diperoleh dengan menimbang media awal yang akan digunakan dikurangi dengan berat media jamur yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis.

3.6         Analisa Data
     Data dianalisa dengan menggunakan analisis ragam ( uji F ) pada taraf 5% dan 1 %. Apabila uji F menunjukan adanya pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5 %.  





DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). http://www.bps.go.id.
Eka, Nadya. 2016. Pemanfaatan Bagas Tebu Sebagai Substitusi Media Tumbuh Dan  Penambahan Tepung Ampas Tahu Terhadap Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) . Tugas Akhir. Program Studi Produksi Tanaman Hortikultura Jurusan Produksi Pertanian dan Kehutanan Politeknik Negeri Jember.

Mufarrihah, Lailatul. 2009. Pengaruh penambahan bekatul dan amplas tahu pada media terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus). Tesis. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Suparto . 2003. Kecepatan Pertumbuhan Jamur Tiram (Pleurotus Spp) Terhadap Penambahan Bekatul, Ampas Tahu, Ampas Tapioka Pada Sampah Organik. Tesis. Universitas Diponegoro.