Monday, June 5, 2017

MAKALAH SENTRA BAWANG MERAH NGANJUK


KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN

PRODI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA






MAKALAH
SENTRA BAWANG MERAH NGANJUK



Program Studi:            Produksi Tanaman Hortikultura         

Semester/Golongan:    4/A

Description: LOGO POLITEKNIK NEGERI  JEMBER (1).png














Oleh:

CITRA HELDA ANGGIA

NIM : A31151077

Dosen :Drs.Ir.Eliyatiningsih, SP.,MP



POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2017

Jl. Mastrip. PO BOX 164 Jember 68101, Tlp.(0331)333531;

E-Mail: politeknik.ac.id



Telah Diperiksa dan Dinilai



BAB 1

PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Di lihat dari segi ekonomi, usaha bawang merah cukup menguntungkan serta mempunyai pasar yang cukup luas. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia pada saat ini mencapai 650.000 ton, dan konsumsi bawang merah ini meningkat sekitar 5% setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan. Selain itu peluang ekspor bawang merah segar masih terbuka luas, selain akibat peningkatan konsumsi, peningkatan pemanfaatan bawang merah untuk terapi kesehatan. 73 Musim panen (tanam) bawang merah di Indonesia saling melengkapi dengan negara lain, dalam arti, bilamana di negara lain misalnya daratan China sedang musim tanam, maka di Indonesia sedang panen raya, dan sebaliknya.

 Sehingga kondisi ini memberi peluang masuknya bawang merah impor bawang merahal dari China, Philipina dan India masuk secara ilegal maupun illegal, atau sebaliknya dapat memberi peluang ekspor bawang merah bilamana konsumsi dan kebutuhan industri bawang merah dalam negeri telah dipenuhi (Direktoat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian,2006). Bawang merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi yang relatif tinggi. Fluktuasi harga bawang dapat disebabkan oleh pasokan impor, harga impor bawang merah dan harga pupuk.

 Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan pengaruh paling besar adalah harga impor bawang merah. Selain itu yang menyebabkan harga bawang merah berfluktuasi adalah masa panen dimana saat panen besar produksi melimpah harga menjadi rendah,sebaliknya saat produksi rendah harga menjadi tinggi. Secara rata-rata nasional, fluktuasi harga bawang cukup tinggi yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan untuk periode bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar 20,86 %, yang artinya adalah rentang penyimpangan harga bawang merah bulanan dalam jangka waktu satu tahun terakhir berada dalam kisaran dalam kisaran +20,86 % dari harga rata-rata nasional dalam periode tersebut. Untuk periode bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Desember 2011, harga rata-rata bawang merah nasional yaitu sebesar Rp.19.243/kg, dengan fluktuasi harga yang menurun sejak bulan Juli 2011 hingga Desember 2011.

Penurunan harga ini disebabkan karena panen berlangsung bersamaan di beberapa wilayah Jawa tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Produksi bawang merah lokal meningkat akibat perluasan lahan produksi. Selain itu pasokan bawang meningkat bukan hanya bawang merah dari produksi lokal, tetapi juga bawang impor yang masuk di wilayah Brebes, yang merupakan salah satu sentra penghasil bawang di Indonesia (Fitri Prima Nanda, Ira mega dan Iqlima Idayah, 2011).

 Strategi pengembangan di lini off-farm diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta. 74 Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah (Litbang Pertanian, 2006). Namun program ini masih menghadapi banyak kendala di lapangan yakni (1) kegiatan penanganan pascapanen umumnya masih belum dilakukan secara baik oleh petani; (2) industri pengolahan belum banyak berkembang dan masih terbatas pada industri rumah tangga; (3) sistem jaminan mutu belum tersosialisakan dengan baik dan merata; (4) sarana pasca panen, pengolahan dan pemasaran tersedia secara terbatas dan umumnya masih tradisional; (5) tataniaga bawang merah umumnya masih dikuasai oleh tengkulak/pedagang besar; (6) kelembagaan petani bawang merah seperti asosiasi belum berfungsi secara optimal dan lembaga permodalan belum tersedia; (7). skala usaha relatif kecil; (8). distribusi bawang merah belum berjalan dengan baik; (9). pengembangan penanganan pasca panen, pengolahan dan sistem jaminan mutu; (10) pengembangan dan perbaikan sistem distribusi dan pemasaran (Direktoat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2006).

BAB 2

PEMBAHASAN



2.1 Bawang Merah Nganjuk

Nganjuk sentra penghasil bawang merah di Jawa Timur, bukan hal yang mengherankan bagi warga Kabupaten Nganjuk bila di mana-mana terlihat banyak orang menanam, memanen, menjemur, atau memperjualbelikan bawang merah. Namun, bagi pendatang atau mereka yang baru mengetahui fakta ini, menganggap Nganjuk ibarat sekumpulan surga bawang merah, tidaklah keliru.



2.2 Tempat Pemasaran Nganjuk Dan Keadaan Harga Bawang Merah

Bila mengunjungi Nganjuk atau bermaksud membeli bawang merah langsung ke pusatnya, pasar Sukomoro dapat dipilih sebagai surga bawang merah. Pasar yang terletak di Jalan Surabaya-Madiun, Kecamatan Sukomoro ini dikenal sebagai pasar yang mengkhususkan diri pada transaksi jual-beli bawang merah. Di setiap sudut pasar ini hanya akan ditemui penjual dan pembeli bawang merah.

Bawang merah yang dijual di pasar Sukomoro ini beragam harganya. Ada yang murah dan ada juga yang mahal bergantung kualitas bawang merah. Harga normal untuk satu kilogram bawang merah rata-rata berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 13.000. Semakin besar dan kering ukuran bawang merah, harganya akan semakin mahal.

Keahlian menawar menjadi modal di pasar ini. Biasanya para pedagang akan mematok harga maksimal ketika menjajakan bawang merahnya. Untuk itu, sebelum memutuskan membeli, perhatikan dulu dengan seksama bawang merah yang dijajakan pedagang.

Hal pertama yang perlu diperhatikan sebelum membeli bawang merah adalah soal ukuran. Normalnya, untuk bawang merah dengan ukuran besar harganya berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 13.000, bawang merah berukuran sedang dihargai Rp 7.000 hingga Rp 10.000, dan bawang merah ukuran kecil mulai Rp 5.000 hingga Rp 7.000.

Jangan malu menawar, karena beberapa pedagang ada yang memainkan trik dengan mencampur bawang merah besar dan kecil lalu menjualnya dengan harga bawang merah besar. Anda bisa menawar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram setelah sebelumnya memerkirakan ukuran rata-rata bawang merah yang ditawarkan.

Hal kedua yang harus dipastikan adalah kadar basah keringnya bawang merah. Bawang merah yang memiliki kondisi lembab atau cenderung basah akan lebih berat di timbangan. Itu akan cukup merugikan bila kering bobotnya akan berkurang. Periksa kadar basah kering bawang merah secara menyeluruh.

Bawang merah yang terletak di bagian atas karung mungkin terasa kering, tapi di bagian bawah belum tentu. Oleh sebab itu, jangan ragu menegosiasikan harga bawang merah berdasarkan kadar basah keringnya.

Misalnya bila pedagang menawarkan bawang merahnya dalam karung seharga Rp 10.000 per kilogramnya, kemudian Anda dapati kira-kira 20 persen bawang merah dalam karung agak basah, tawarlah dengan menurunkan harga menjadi Rp 8.000 per kilogram.

Bawang merah yang dijajakan biasanya sudah dikemas dalam karung-karung ukuran satu kuintal, sehingga kebanyakan pembeli di Pasar Sukomoro adalah mereka yang bermaksud menjual kembali bawang merah yang dibelinya.

Akan tetapi, Anda tak perlu khawatir apabila bermaksud membeli sekadar satu atau dua kilogram saja, karena beberapa pedagang juga melayani pembelian secara ecer.



2.3 Luas Penanaman Bawang Merah Nganjuk

Nganjuk terkenal sebagai sentra bawang merah di Jawa Timur dengan total areal penanaman seluas 11.300 ha, terluas kedua setelah Brebes. Sentra penanaman bawang merah di Kabupaten Nganjuk berada di lima kecamatan, yaitu Bagor, Wilangan, Sukomoro, Gondang, dan Rejoso.Menurut data yang dikeluarkan dari Kementerian Pertanian, produksi bawang merah di Nganjuk adalah mencapai 117.501 ton pada tahun 2013. Kabupaten Nganjuk secara rata-rata menyumbang 80% produksi bawang merah Jawa Timur dengan frekuensi panen 2-4 kali dalam setahun.

Kabupaten Nganjuk memiliki 400 kelompok tani hortikultura dengan setiap kelompok rata-rata terdiri dari 10 orang dengan kepemilikan masing-masing petani seluas 0,25 ha. Bibit selama ini masih didapat dengan menyisakan 20% hasil panen mereka. Beberapa varietas yang terdapat di Nganjuk adalah Baiju, Tajuk, dan varietas dari Thailand (Waryanto, 2015). Dinas pertanian setempat mengadakan pelatihan untuk kelompok tani mengenai Good Agriculture Practice.



2.4 Varietas Bawang Merah Tajuk Ngnjuk

Tanah pertanian di Nganjuk merupakan surga bagi penangkaran benih bawang merah, Petani di Nganjuk mendapatkan anugrah di tanah surga ini dimana dapat tumbuh dengan baik bawang merah yang di orientasikan untuk benih umbi, atas prakarsa para petani dan Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk,di ajukannya legalitas varietas bawang merah “TAJUK” di Kementrian Pertanian Republik Indonesia dimana bawang merah ini merupakan bawang merah unggul yang mana bisa tumbuh dengan baik di seluruh Nusantara,di dua musim,di dataran rendah maupun tinggi.

Bawang Merah TAJUK memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa apabila ditanam di luar wilayah Kabupaten Nganjuk, sehingga tujuan untuk memaksimalkan hasil produksi bisa tercapai.















2.5 Deskripsi Bawang Merah Varietas Tajuk

DESKRIPSI BAWANG MERAH VARIETAS TAJUK

Asal
:
Introduksi dari Thailand
Silsilah
:
Seleksi positif
Golongan varietas
:
Klon
Tinggi tanaman
:
26.4 – 40.0 cm
Bentuk penampang daun
:
Silindris, tengah berongga
Ukuran daun
:
Panjang 27-32 cm, diameter 0.49-0.54 cm
Warna daun
:
Hijau muda (RHS 141 D)
Jumlah daun per umbi
:
3-8 helai
Jumlah daun per rumpun
:
15 –48 helai
Umur panen (80% batang melemas)
:
52 – 59 hari
Bentuk umbi
:
Bulat
Ukuran umbi
:
Tinggi 2,1 –3,4 cm;Diameter 0,8 –2,7 cm
Warna umbi
:
Merah muda (Pink RHS 64 D)
Berat per umbi
:
5 –12 gram
Jumlah umbi per rumpun
:
5 –15 umbi
Berat umbi per rumpun
:
30 – 80 gram
Jumlah anakan
:
6 – 12
Daya simpan umbi pada suhu ruang (25-27oC)
:
3 –7 bulan setelah panen
Susut bobot umbi (basah-kering simpan)
:
22 – 25 %
Hasil umbi per hektar
:
12 – 16 ton
Populasi per hektar
:
200.000 tanaman
Kebutuhan benih per hektar
:
1000 kg
Penciri utama
:
Warna daun hijau muda (Light Green 41 RHS 141 D), bentuk umbi bulat dengan diameter terluas mendekati ujung akar, warna umbi merah muda (Pink RHS 64 D)
Keunggulan varietas
:
Beradaptasi dengan baik pada musim kemarau dan tahan terhadap musim hujan. Memiliki aroma yang sangat tajam, cocok untuk bahan baku bawang goreng
Wilayah adaptasi
:
Sesuai di dataran rendah maupun dataran tinggi
Pengusul
:
Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk
Peneliti
:
Awang Maharijaya (Institut Pertanian Bogor), M. Choirul Rosyidin (UPT-PSBTPH Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur), Suryo (UPT-PSBTPH Propinsi Jawa Timur Wilayah III), Helmi (Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk), Agus Sulistyono (Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk), Akat (Penangkar Benih)





BAB 3

PENUTUP



3.1kesimpulan

Nganjuk sentra penghasil bawang merah di Jawa Timur pasar Sukomoro dapat dipilih sebagai surga bawang merah. Pasar yang terletak di Jalan Surabaya-Madiun, Kecamatan Sukomoro ini dikenal sebagai pasar yang mengkhususkan diri pada transaksi jual-beli bawang merah. Di setiap sudut pasar ini hanya akan ditemui penjual dan pembeli bawang merah. areal penanaman seluas 11.300 ha, terluas kedua setelah Brebes Bawang Merah TAJUK memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa apabila ditanam di luar wilayah Kabupaten Nganjuk, sehingga tujuan untuk memaksimalkan hasil produksi bisa tercapai.








DAFTAR PUSTAKA












No comments:

Post a Comment