Thursday, June 8, 2017

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN "KERAGAMAN DAN KESETARAAN SEBAGAI WARGA NEGARA INDONESIA"

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Keragaman Dan Kesetaraan Sebagai Warga Negara Indonesia

Dosen:
Wajihuddin, SPd, M.Hum


Description: LOGO POLITEKNIK NEGERI  JEMBER (1).png

Oleh :
Silvanus Eko Prasetyo         A31150454
Darminto                 A31150790
Citra Helda Anggia  A31151077
Siska Wati Ningsih  A31151147
Fahmi Arifin                       A31151620
Istizah Dwi Octaviani          A31151885


PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016

KATA PENGANTAR


Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Manusia, keragaman dan kesetaraan”. Makalah ini disusun agar para pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pendidikan Kewarganegaraan, tentang makalah ini kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang sangat membantu penyusunan makalah ini yaitu Bapak Wajihuddin, yang telah membimbing dalam penyusunan agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini, tidak lupa juga rasa terima kasih kepada rekan rekan Prodi Produksi Tanaman Hortikultura khususnya kepada rekan rekan kelompok 3. Semoga makalah ini dapat memberikan

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penulis berharap agar pembaca dapat memberikan saran dan kritiknya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.

Jember, 18 Desember 2016


Tim Penulis


DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara biologis umumnya manusia dibedakan secara fisik sedangkan secara rohani manusia dibedakan berdasarkan kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan manusia sendiri sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan selaras dan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik. Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang interen yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan. Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah.
Kesetaraan sosial adalah tata politik sosial di mana semua orang yang berada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu memiliki status yang sama. Setidaknya, kesetaraan sosial mencakup hak yang sama di bawah hukum, merasakan keamanan, memperolehkan hak suara, mempunyai kebebasan untuk berbicara dan berkumpul, dan sejauh mana hak tersebut tidak merupakan hak-hak yang bersifat atau bersangkutan secara personal. hak-hak ini dapat pula termasuk adanya akses untuk mendapatkan pendidikan, perawatan kesehatan dan pengamanan sosial lainnya yang sama dalam kewajiban yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

1.2 Tujuan

  1. Untuk mengetahui kesetaraan dan keragaman
  2. Untuk mengetahui kesetaraan dan keragaman di Indonesia
  3. Untuk mengetahui cara menyatukan kesetaraan dan keragaman di Indonesia

1.3 Rumusan Masalah

  1. Bagaimana kaitan kesetaraan dan keragaman
  2. Bagaimana kesetaraan dan keragaman yang sedang terjadi di Indonesia
  3. Bagaimana cara menyatukan kesetaraan dengan keragaman bagi warga negara Indonesia



BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Kaitan Kesetaraan Dan Keragaman

2.1.1 Pengertian Manusia
Menurut Omar Mohammad Al – Toumi Al – Syaibany, pengertian manusia adalah makhluk yang mulia. Manusia merupakan makhluk yang mampu berpikir, dan menusia merupakan makhluk 3 dimensi (yang terdiri dari badan, ruh, dan kemampuan berpikir / akal). Manusia di dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan.
2.1.2 Makna Keragaman
Keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.
Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras, suku, agama, budaya,ekonomi,status sosial, jenis kelamin, jenis tempat tinggal. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat. Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Keragaman yang terdapat dalam lingkungan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk (plural society) pertama kali dikenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokkan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan agama.
Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal. 
Secara Horizontal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan:
Etnik dan rasa tau asal usul keturunan.
  1. Bahasa daerah
  2. Adat istiadat atau perilaku
  3. Agama
  4. Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.
Secara Vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan:
1.    Penghasilan atau ekonomi
2.    Pendidikan
3.    Pemukiman
4.    Pekerjaan
5.    Kedudukan sosial politik.
Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur-unsur seperti ras, etnik, agama, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan sebagainya. 
1.    Ras
Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan ketegori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam berbagai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk wajah,rambut,tinggi badan, dan karakteristik fisik lainnya. Jadi, ras adalah perbedaan manusia menurut atau berdasarkan cirri fisik biologis.
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras dunia ini dalam 10 kelompok, yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid, Polynesia, Melanisia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang tersebar di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan orang-orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.
2. Etnik atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok social atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi, yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
F. Baart (1988) menyatakan etnik adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Identitas kesukubangsaan antara lain dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etctraits). Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahiran) atau hubungan darah, kesamaan bahasa, kesamaan adat istiadat,kesamaan kepercayaan (religi), kesamaan mitologi, kesamaan totemisme. 
Jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia ada 400 buah. Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat (Koentjaraningrat, 1990). Jadi berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen.

2.1.2 Pengertian kesataraan
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkatan atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan semua manusia memiliki derajat, kedudukan atau tingkatan yang sama , yang membedakannya adalah ketaqwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Kesederajatan merupakan suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada, manusia tetap memiliki suatu kedudukan yang sama dalam satu tingkatan hierarki. Kesederajatann adalah persamaan harkat, nilai, harga dan taraf yang membedakan makhluk yang satu dengan yang lainnya. Kesederajatan dalam masyarakat adalah suatu keadaan yang menunjukkan adanya pemeliharaan kerukunan dan kedamaian yang saling menjaga harkat dan martabat masyarakatnya.
Di Indonesia unsur keragamannya dapat dilihat dari suku bangsa, ras, agama dan keyakinan, ideologi dan politik, tata krama serta kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Semua unsur tersebut merupakan hal yang harus dipelajari agar keragaman yang ada tidak membawa dampak yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Dampak buruk dari tidak adanya sikap terbuka, logis dan dewasa atas keragaman masyarakat, antara lain munculnya disharmonisasi (tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan lingkungnnya), perilaku diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu, eksklusivisme/rasialis (menganggap derajat kelompoknya lebih tinggi daripada kelompok lain) dan disintegrasi bangsa.
Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku,etnis, kelompok, golongan,status, kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara dan kebangsaan seseorang.
Selain diskriminasi juga terdapat problematika lain yang harus diwaspadai yaitu adanya disintegrasi bangsa. Ada enam faktor yang menjadi penyebab utama proses tersebut yaitu kegagalan kepemimpinan, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, krisis politik, krisis sosial, demoralisasi tentara dan polisi serta intervensi asing. Untuk menghindari dampak buruk diatas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan Semangat religius, semangat masionalisme, semangat pluralisme, semangat humanisme, dialog antar umat beragama, serta membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi ataupun konfigurasi hubungan antaraagama, media massa dan harmonisasi dunia.
Sementara salah satu hal yang dapat dijadikan solusi dari masalah-masalah diatas adalah Bhineka Tunggal Ika, ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang majemuk (heterogen). Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dengan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah dan tujuan yang sama yang disebut kebudayaan nasional.

2.1.3 Prinsip-prinsip kesetaraan
Sejak zaman dahulu hingga sekarang, hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia itu adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia. Demikian pula dalam kehidupan masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, prinsip kesetaraan sangat perlu diterapkan.
Namun apakah semua harus diperlakukan sama untuk menciptakan suatu keadilan, tanpa memandang tingkat pendidikan, kedudukan atau jabatan, status dan peran sosial? Memang tak dapat dipungkiri bahwa tingkat pendidikan, kedudukan dan jabatan, status dan peran sosial telah membuat seolah-olah setiap orang tersebut mempunyai hak istimewa dan mendapat perlakuan yang lebih pula. Namun, mereka punya kewajiban yang sama seperti halnya orang-orang disekitarnya. Dalam hal kewajiban sebagai warga negara tak ada yang diperlakukan berbeda, semuanya setara. Demikian pula halnya dengan hak, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi, memperoleh kedudukan atau jabatan dan memiliki status dan peran sosial yang sama dalam masyarakatnya. Kesetaraan memungkinkan setiap orang untuk mendapatkan kesempatan dan memperoleh pendidikan yang layak, pekerjaan dan menempati jabatan atau keudukan dalam masyarakatnya. Tak ada seorangpun yang berhak untuk menghalangi orang lain untuk mencapai itu semua. Bahkan negara diperbolehkan ubtuk menerapkan suatu tindakan afirmatif. Tindakan afirmatif adalah tindakan atau kebijakan yang diambil untuk tujuan agar kelompok atau golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok atau golongan lain dalam bidang yang sama.
Prinsip-prinsip kesetaraan telah menjadi amanat dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal-pasal dalam UUD 1945 tersebut sudah menyebutkan prinsip-peinsip kesetaraan tersebut, baik secara implisit maupun eksplisit. Adanya pengaturan persamaan hak dan kewajiban dalam pasal-pasal UUD 1945 tersebut telah menunjukkan bahwa kesetaraan dalam kehidupan negara dan berbangsa kita sudah diakui dan dijamin oleh negara. Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 secara eksplisit menegaskan pengakuanakan prinsip kesetaraan, “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

2.1.4 Penerapan prinsip-prinsip kesetaraan
Prinsip-prinsip kesataraan perlu diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan dan bernegara, seperti dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Kemajemukan dalam masyarakat sangat rentan terhadap perpecahan jika prinsip kesetaraan tak diterapkan dalam masyarakat tersebut. perlakuan diskriminatif terhadap kelompok tertentu merupakan salah satu bentuk tak diterakapkannya prinsip kesetaraan dalam suatu masyarakat. Begitu pula halnya bila suatu daerah mengalami perang antarsuku atau antaretnis yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa prinsip kesetaraan tak dilaksanakan dengan baik dan konsekuen. Terjadinya aksi protes atas penguasa atu protes tehadap suatu kebijakan menunjukkan kalau penguasa atau kebijakan yang dikeluarkan tersebut kurang atau tidak mengakomodasi prinsip kesetaraan sehingga tak dianggap adil oleh masyarakat yang bersangkutan.
Penerapan prinsip-prinsip keseteraan dalam masyarakat yang beragam mutlak diperlukan. Penerapan prinsip-prinsip keseteraan tersebut berguna untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia. Terjadinya konflik Timur Tengah seperti dinegara Syria lebih disebabkan karena diterapkannya prinsip kesetaraan dalam masyarakat tersebut. kebijakan pemerintah dinegeri ini itu terlalu otoriter sehingga mengabaikan prinsip kesetaraan. Akibatnya, rakyat merasakan ketidakadilan.
Perbedaan dan keragaman sosial dalam kehidupan masyarakat bukanlah penghalang untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat tersebut. Penerapan prinsip-prinsip keseteraan merupakan salah satu jalan untuk menciptakan keharmonisan. Hal ini disebabkan karena dalam prinsip setiap orang mendapat perlakuan dan diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Prinsip kesetaraan sangat tak menginginkan adanya perlakuan yang diskriminatif. Perlakuan diskriminatif hanya akan menciptakan perpecahan bukan keharmonisan dalam kehidupan sosial.
Indonesia merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa pulau dengan karateristik yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Perbedaan tersebut dapat meliputi perbedaan ras, agama, mata pencaharian, suku, adat istiadat, norma, dan lain sebagainya. Keberagaman yang ada di Indonesia menjadikan setiap individu yang berasal dari setiap daerah memiliki tingkah laku dan aktivitas yang berbeda-beda.

2.1.5 Keberagaman Manusia
Keberagaman manusia yaitu manusia yang memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat. Selain individu, terdapat juga keragaman sosial. Jika keragaman individu terletak pada perbedaan secara individu atau perorangan, sedangkan keragaman sosial terletak pada keragaman dari masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.

2.2 Kesetaraan Dan Keragaman Yang Terjadi Di Indonesia

Kesetaraan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan tersebut bersumber dari adanya pandangan bahwa semua manusia diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Kesetaraan Sosial adalah tata politik sosial di mana semua orang yang berada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu memiliki status yang sama. Kesetaraan mencangkup hak yang sama di bawah hukum, merasakan keamanan, memperoleh hak suara, memiliki kebebasan dalam berbicara, dan hak lainnya yang sifatnya personal.

2.2.1 Faktor Penyebab Keberagaman Sosial
Indonesia memiliki perbedaan suku bangsa, etnis, agama, bahasa, kesenian, dan kedaerahan yang dianggap sebagai karakteristik dalam kehidupan sosial. Meskipun masyarakat Indonesia bersifat majemuk, namun manusia pada hakekatnya adalah sama dan sederajat. Keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebab keberagaman sosial, yaitu: faktor sejarah dan faktor geografis

2.2.2 Keberagaman dalam dinamika Sosial
Struktur masyarakat Indonesia yang beragam ditandai oleh ciri-ciri yang unik. Secara horizontal, mereka ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, perbedaan adat, serta perbedaan kedaerahan. Sedangkan secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Berikut akan diuraikan tentang keberagaman yang ada di Indonesia yang meliputi ras, etnik (suku bangsa), agama, mata pencaharian, jenis kelamin, dan norma sosial.



2.2.3 Keberagaman dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial 
Setiap manusia dilahirkan sama atau setara antara satu dengan lainnya, meskipun dalam masyarakat, terdapat keragaman identitas. Kesetaraan dan keberagaman yang ada di masyarakat menunjukkan tingkatan yang sama, kedudukan yang sama meskipun dalam masyarakat yang majemuk. Adanya kesetaraan dan keberagaman sosial di masyarakat dapat memberikan kekayaan sosial.

2.2.4 Keberagaman sebagai Kekayaan Sosial
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Seperti di Indonesia, adanya masyarakat majemuk dapat dikarenakan kemajemukan etnik atau suku bangsa. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata. Etnik atau suku bangsa menjadi identitas sosial budaya seseorang. Artinya, identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, dan kepercayaan yang bersumber dari etnik dimana ia berasal.

2.2.5 Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial
Hubungan antarmanusia dan lingkungan masyarakat pada umumnya memiliki sifat timbal-balik. Artinya, individu yang menjadi anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban. Beberapa hak dan kewajiban telah ditetapkan dalam undang-undang (konstitusi) dan telah menjadi hak dan kewajiban asasi, seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Pada pasal tersebut jelas mengakui adanya kesetaraan dan kesederajatan yang diakui oleh Negara melalui UUD 1945. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial.



2.3 Cara Menyatukan Kesetaraan Dengan Keragaman Bagi Warga Negara Indonesia

Pengertian  warga  negara  menunjukkan   keanggotaan seseorang  dari institusi politik yang namanya negara.  Ia sebagai subjek sekaligus objek dalam kehidupan  negaranya. Oleh  karena  itu  seorang warga  negara  senantiasa  akan berinteraksi  dengan  negara,  dan  bertanggungjawab  atas keberlangsungan kehidupan negaranya.
Sedangkan siapa yang termasuk warga negara, masing-masing negara memiliki kewengan sendiri untuk menentukannya sebagaimana yang ditetapkan dalam konstitusinya. Tentang siapa yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) menurut UUD 1945 baik sebelum amandemen maupun sesudah amandemen tidak mengalami perubahan. Menurut pasal 26 ayat (1) UUD 1945, “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.
Mengenai pengertian orang-orang bangsa Indonesia asli ada beberapa penafsiran. Misalnya ada penafsiran yang menyatakan   bahwa orang Indonesia asli adalah golongan-golongan orang-orang yang mendiami bumi Nusantara secara turun temurun sejak zaman tandum. Zaman tandum  yaitu zaman dimana  tanah dijadikan sebagai: sumber hidup,  manunggal dengan dirinya sendiri, dipercaya dijaga danyang-danyang desa,  mempunyai sifat-sifat magis-relegius,  diamanatkan oleh nenek moyangnya untuk dijaga dan dipelihara, tempat menyimpan jazadnya setelah berpindah ke alam baka (B.P. Paulus, 1983).
Perkataan “asli” di atas, mengandung syarat biologis, bahwa asal-usul atau turunan menentukan kedudukan sosial seseorang itu “asli” atau “tidak asli”. Keaslian ditentukan oleh turunan atau adanya hubungan darah antara yang melahirkan dan yang dilahirkan. Dengan demikian penentuan keaslian  bisa didasarkan atas tiga alternatif, yaitu :
  1. Turunan atau pertalian darah (geneologis)
  2. Ikatan pada tanah atau wilayahnya (territorial)
  3. Turunan atau pertalian darah dan ikatan pada tanah atau wilayah (geneologis-territorial)
Apabila diringkaskan,  mereka yang termasuk golongan Bumiputra adalah mereka yang berasal dari  keturunan suku-suku yang terikat karena ikatan tanah dan wilayah secara tradisional dan secara tradisional tinggal atau berasal dari wilayah-wilayah masyarakat hukum adat dalam daerah hukum negara Republik Indonesia.
Dengan dasar territorial, maka dimungkinkan terjadinya asimilasi alamiah dan total di wilayah-wilayah tersebut, sehingga dimungkinkan pula warga negara peranakan terlebur ke dalam salah satu suku bangsa Indonesia. Sebaliknya mereka yang tetap berpegang pada kultur leluhur asingnya menjadi tidak terlebur.  Mereka ini disebut “orang-orang bangsa lain yang disyahkan  dengan undang-undang sebagai warga negara” dalam pasal 26 ayat  (1) UUD 1945 atau yang oleh masyarakat dinamakan  “non- Pribumi”.
Penyebutan “Pribumi” dan “Non-Pribumi”, karena dinilai berbau diskriminatif yang bertentangan dengan pasal 27 UUD 1945,  telah dihentikan penggunaanya. Penghentian itu melalui Inpres No. 26 Tahun 1988 tentang penghentikan istilah pribumi dan nonpribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian perlu dihindari penggunaan istilah WNI Pribumi dan WNI Nonpribumi/Keturunan,  sekarang hanya dikenal istilah WNI saja bagi sebutan setiap orang yang menjadi warga negara Indonesia.
Sekarang istilah bangsa Indonesia Asli didefinisikan tidak lagi bersifat diskriminatif, yaitu berdasarkan etnis tetapi didasarkan pada hukum.  Menurut UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 2, ditentukan bahwa yang dimaksud dengan bangsa Indonesia asli adalah “orang Indnesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri”. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 2 ini yaitu:
Semua anak WNI keturunan, baik dari etnis Tionghoa, Arab, India dan bangsa lain yang lahir di Indonesia otomatis merupakan “bangsa Indonesia asli”.
SKBRI (Surat Keterangan Bukti Kewarganegaraan Republik ) tidak berlaku lagi, bagi warga negara keturunan.
Siapa Warga Negara Indonesia? Menurut UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia orang yang termasuk WNI (Warga Negara Indonesia) adalah sebagai berikut: setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asala ayahnya tidak memberikan kewargaanegaraan kepada anak tersebut, anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas)  tahun dan/atau belum kawin, anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya, anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui, anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Dari ketentuan tentang siapa WNI tersebut di atas, maka dapat dinyatakan UU No. 12 tahun 2006 menganut  asas anak berkewarganegaraan ganda terbatas. Karena  setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak  berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Indonesia yang terdiri dari beberapa daerah dapat memberikan keberagaman, baik dalam kehidupan sosial maupun budaya. Adanya keberagaman ini juga dapat memicu munculnya konflik. Oleh karena itu, kita harus selalu menghormati dan menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat agar dapat mencegah munculnya konflik.

2.3.1 Masalah Keberagaman di Masyarakat
Keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari adanya perbedaan suku bangsa, bahasa, status sosial; mata pencaharian dapat berpontensi negatif terhadap munculnya masalah. Keberagaman yang ada di masyarakat dapat berpotensi menimbulkan, seperti:
  1. Segmentasi kelompok.
  2. Munculnya konflik.
  3. Adaptasi yang dipaksakan.

2.3.2 Solusi Untuk Mengatasi Masalah Keberagaman Di Masyarakat
Upaya untuk menghindari adanya perpecahan di masyarakat yang diakibatkan adanya keberagaman yaitu melalui pembangunan yang merata di semua lapisan masyarakat. Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah semata, namun juga dibutuhkan adanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya. Pembangunan harus diperuntukan bagi semua lapisan masyarakat, sehingga dapat mencapai kesejahteraan bersama.

2.3.3 Mengembangkan Sikap Harmonis terhadap Keberagaman Sosial di Masyarakat
Perbedaan memang wajar dalam kehidupan sosial di masyarakat. Perbedaan tersebut menjadikan karakteristik masyarakat menjadi beragam. Manusia dengan segala perbedaan tersebut berfikir bahwa harus membentengi dan menghindarinya. Adanya pebedaan tersebut harus kita sikapi dengan baik dan sudah seharusnya menjadikan hal tersebut menjadi perubahan yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, kamu wajib menjaga keharmonisan dalam lingkungan masyarakat. Beberapa sikap yang dapat dilakukan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat, antara lain: adanya kesadaran mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat, menghargai berbagai macam karakteristik masyarakat, bersikap ramah dengan orang lain, belalu berfikir positif.


PENUTUP


3.1 Kesimpulan

  1. Kesetaraan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki tingkat atau kedudukan yang sama.namun mempunyai kebutuhandan kinginan yang beragam
  2. Indonesia yang terdiri dari beberapa daerah dapat memberikan keberagaman, baik dalam kehidupan sosial maupun budaya. Adanya keberagaman ini juga dapat memicu munculnya konflik. Oleh karena itu, kita harus selalu menghormati dan menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat agar dapat mencegah munculnya konflik.
  3. Upaya untuk menghindari adanya perpecahan di masyarakat yang diakibatkan adanya keberagaman yaitu melalui pembangunan yang merata di semua lapisan masyarakat. Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah semata, namun juga dibutuhkan adanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya.


No comments:

Post a Comment