KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN PRODI PRODUKSI
TANAMAN HORTIKULTURA
MAKALAH
BUDIDAYA TANAMAN
SAYURAN
“PERANAN GAP (GOOD
AGRICULTURAL PRACTICES) AGRIBISNIS SAYURAN
DI INDONESIA
Pembimbing : Ir.KASUTJIANGIATI,MP
Disusun
oleh : CITRA HELDA ANGGIA
(A31151077)
Program
studi / Semester : PTH / 3
PROGRAM STUDI D-3 PRODUKSITANAMAN HORTIKULTURA
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016
Telah Diperiksa dan Dinilai
|
|
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
latar belakang
Saat Ini Kita Telah Memasuki Era
Globalisasi Ekonomi Yang Memaksa Petani Sebagai Produsen Utama Produk-Produk
Pertanian Secara Langsung Dan Tidak Langsung Memasuki Persaingan Dengan Banyak
Produsen Lain Ditingkat Global. Produk-Produk Pertanian Tidak Hanya Bersaing
Dengan Produk-Produk Pertanian Luar Negeri Di Pasar Global Tetapi Juga Di Pasar
Domestik. Dalam Pasar Global Terbuka Suatu Negara Tidak Boleh Mengenakan
Proteksi Dan Hambatan Tarif Terhadap Komoditi Yang Masuk Kewilayahnya. Dalam
Kondisi Demikian Persaingan Menjadi Semakin Sengit Dan Ketat, Produsen Kuat
Bersaing Dengan Produsen Lemah, Akibatnya Produsen Yang Kalah Bersaing Akan
Semakin Termarginalkan. Keadaan Demikian Yang Sekarang Sedang Terjadi Dengan
Produk-Produk Pertanian Khususnya Produk Pangan Buah-Buahan Dan Sayuran.
Indonesia
Sedangkan Dunia Pertanian Abad Ini Sendiri Juga Menghadapi
Tiga Macam Tantangan Utama. Organisasi Pangan Dunia Yang Bernaung Di Bawah Pbb
(Fao) Dalam Pertemuan Pangan Dunia Menyatakan Tiga Tantangan Utama Pertanian
Saat Ini Yakni ; 1) Peningkatan Ketahanan Pangan, Mata Pencaharian Dan
Pendapatan Penduduk Pedesaan, 2) Memenuhi Peningkatan Kebutuhan Akan Berbagai
Macam Produk Pangan Yang Aman, 3) Pelestarian Sumber Daya Alam Dan Lingkungan
(Fao, 2003).
Melihat Perkembangan Tersebut Maka Diperlukan Sebuah Langkah
Yang Bersifat Strategis Agar Dunia Pertanian Terutama Di Indonesia Dapat
Menjawab Tiga Tantangan Tersebut. Pemerintah Sebenarnya Telah Menyadari Hal
Tersebut, Sehingga Pada Awal Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono Munculah Sebuah Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan Dan
Kehutanan (Rppk). Secara Nasional, Fokus Pengembangan Produk Dan Bisnis Ppk
Mencakup Lingkup Kategori Produk Yang Berfungsi Dalam Hal :
·
Membangun
Ketahanan Pangan, Yang Terkait Dengan Aspek Pasokan Produk, Aspek Pendapatan
Dan Keterjangkauan, Dan Aspek Kemandirian.
Sumber
Perolehan Devisa, Terutama Yang Terkait Dengan Keunggulan Komparatif Dan
Keunggulan Kompetitif Di Pasar Internasional.
·
Penciptaan
Lapangan Usaha Dan Pertumbuhan Baru, Terutama Yang Terkait Dengan Peluang
Pengembangan Kegiatan Usaha Baru Dan Pemanfaatan Pasar Domestik.
·
Pengembangan
Produk-Produk Baru Yang Terkait Dengan Berbagai Isu Global Dan Kecenderungan
Pasar Global.
·
Kebijakan
Dan Strategi Umum Yang Diambil Dalam Pelaksanaan Rppk Sendiri Adalah
Pengurangan Kemiskinan, Peningkatan Daya Saing Dan Pelestarian Dan Pemanfaatan
Lingkungan Hidup Dan Sumberdaya Alam Berkelanjutan. Peningkatan Daya Saing,
Produktivitas, Nilai Tambah Dan Kemandirian Dilakukan Antara Lain Dengan
Praktek Usaha Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices =
Gap).
1.2 Tujuan
Mengetahui
peranan GAP(Good Agricultural Praktices) dalam agribisnis sayuran diindonesia
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
GAP(GoodAgriculturalPractices)adalah standar pekerjaan yangdiberlakukandalam setiap usaha pertanian agar produksi dapat
memenuhi standar internasional.
Agribisnis (baku
menurut KBBI: agrobisnis)
adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu
maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada
pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food
supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik,
agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola
aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga
tahap pemasaran. Dalam konteks manajemen
agribisnis di dalam dunia akademik, setiap elemen dalam produksi dan distribusi
pertanian dapat dijelaskan sebagai aktivitas agribisnis. Namun istilah
"agribisnis" di masyarakat umum seringkali ditekankan pada
ketergantungan berbagai sektor ini di dalam rantai produksi.
2.2 Permasalahan Pangan Dan
Penerapan Gap
Dewasa Ini Di Tingkat Global Telah
Terjadi Perubahan Nilai Dan Konsep Pada Konsumen Terhadap Produk-Produk
Pertanian Yang Mereka Konsumsikan. Hal Ini Mengakibatkan Terjadinya Perubahan
Perilaku Dan Sikap Mereka Dalam Membeli Suatu Produk Agrisbisnis. Meningkatnya
Kesadaran Konsumen Akan Kaitan Kesehatan Dan Kebugaran Dengan Konsumsi Makanan,
Telah Meningkatkan Tuntutan Konsumen Akan Nutrisi Produk-Produk Yang Sehat,
Aman Dan Menunjang Kebugaran. Keamanan Pangan Menjadi Kunci Yang Menentukan
Kualitas Produk Pangan.
Deininger (2006) Menyatakan Kelemahan Dalam Penanganan
Sistem Keamanan Pangan Dapat Menyebabkan Biaya Yang Tinggi Bagi Masyarakat Dan
Berakibat Bagi Ekonomi Global. World Health Organization (Who)
Memperkirakan Kurang Lebih 2,2 Juta Orang Di Dunia Meninggal Akibat Penyakit
Diare Yang Disebabkan Oleh Bakteri, Virus, Dan Organisme Patogen Yang
Disebarkan Oleh Air Yang Telah Terkontaminasi. Di India Diperkirakan 20 Persen
Kematian Dari Balita Disebabkan Oleh Penyakit Diare. Saat Wabah Sars
Menyebar Di Asia Timur Tahun 2003 Ternyata Menyebabkan Hilangnya Pertumbuhan
Ekonomi Sebesar 2 Persen Dari Wilayah Tersebut Pada Seperempat Tahun Pertama,
Walaupun Hanya 800 Orang Yang Akhirnya Meninggal Akibat Penyakit Tersebut.
Sedangkan Lowy Institut For International Policy (2006)
Memperkirakan Mewabahnya Penyakit Avian Invluenza Menyebabkan
Meningkatnya Biaya Ekonomi Bagi 1,4 Juta Penduduk Dunia Yang Mendekati 0,8
Persen Gdp Dunia Atau Sekitar Us$ 330 Miliar. Sedangkan Di Lain Pihak Timbulnya
Peningkatan Reaksi Di Berbagai Negara Untuk Melindungi Negaranya Dari Ancaman
Kemanan Pangan Dapat Menyebabkan Konsekuensi Negatif Bagi Negara Pengekspor
Pangan. Diperkirakan Akibat Dari Pemberlakuan Penyelarasan Nilai Standar
Aflatoksin Bagi 15 Negara Eropa Oleh Uni Eropa Dari Bahan Makanan Impor 9
Negara Afrika Telah Menyebabkan Berkurangnya Ekspor Negara Afrika Sebanyak 64
Persen Atau Senilai Us$ 670 Juta.
Meningkatnya Kesadaran Konsumen Akan Produk Pertanian Yang
Aman Bagi Kesehatan Dan Kebugaran, Aman Bagi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,
Aman Bagi Kualitas Dan Kelestarian Lingkungan Hidup Mendorong Dikembangkannya
Berbagai Persyaratan Teknis Bahwa Produk Harus Dihasilkan Dengan Teknologi Yang
Akrab Lingkungan. Penilaian Terhadap Aspek Keselamatan Kerja, Kesehatan
Konsumen Dan Kualitas Lingkungan Dilakukan Pada Keseluruhan Proses Agribisnis
Dari Hulu Sampai Hilir (Pemasaran). Konsumen Hijau Mendesak Wto Agar Perubahan
Sikap Perilaku Dan Permintaan Akan Kualitas Produk-Produk Pertanian
Diintegrasikan Dalam Kebijakan Perdagangan Internasional Produk-Produk
Pertanian. Permintaan Dan Desakan Konsumen Kemudian Ditampung Dan Diperhatikan
Oleh Organisasi Perdagangan Dunia (Wto). Hal Tersebut Di Ataslah Yang Juga
Turut Mendorong Berbagai Negara Di Belahan Dunia Untuk Menerapkan Praktek
Pertanian Yang Baik Atau Good Agricultural Practices (Gap)
Meskipun Secara Umum Implikasi Dari Perdagangan Bebas
Ternyata Belum Sepenuhnya Dapat Diterapkan Untuk Indonesia. Hal Ini Dapat
Ditegaskan Oleh Achterbosch (2004) Yang Menyatakan Bahwa Meskipun Rezim
Perdagangan Di Indonesia Yang Cukup Bebas Telah Lama Diberlakukan Semenjak
Menghadapi Krisis Asia Akhir Tahun 1990, Diperkirakan Hanya Sedikit Masyarakat
Pertanian Dengan Skala Kesejahteraan Kecil Menengah Yang Mendapat Efek Langsung
Dari Perdagangan Bebas. Hal Ini Disebabkan Masih Minimnya Integrasi
Pertanian Di Indonesia Dengan Perdagangan Bebas.
Sementara Itu, Kondisi Dunia Pertanian Di Indonesia Sendiri
Juga Mengalami Tantangan Yang Cukup Merisaukan, Salah Satunya Adalah Terjadinya
Konversi Lahan Yang Cukup Besar. Mariyono Et All (2007)
Menyatakan Konversi Lahan Pertanian Mengakibatkan Dua Dampak Yang Sangat Tidak
Menguntungkan Baik Secara Ekonomi Maupun Ekologi. Secara Ekologi Konversi Lahan
Akan Menyebabkan Menurunnya Daya Dukung Lahan. Konversi Lahan Pertanian Juga
Secara Potensial Dapat Menyebabkan Berkurangnya Produksi Air Tanah Dan
Menyebabkan Banjir. Sedangkan Secara Ekonomi Konversi Lahan Tidak Hanya
Berimbas Pada Berkurangnya Lahan Dan Produksi Pertanian, Tetapi Juga
Menyebabkan Berkurangnya Kesempatan Kerja Baik Bagi Buruh Tani Maupun Pemilik
Lahan, Berkurangnya Investasi Infrastruktur Di Bidang Pertanian, Seperti
Irigasi, Kelembagaan, Dan Menyebabkan Konsekuensi Negatif Bagi Lingkungan.
Secara Umum Konversi Lahan Pertanian Dalam Jangka Panjang
Akan Menurunkan Kesejahteraan Petani, Yang Dapat Diidentifikasikan Dari
Penurunan Luas Lahan Milik Dan Luas Lahan Garapan, Penurunan Pendapatan
Pertanian, Serta Tidak Signifikannya Pendapatan Non Pertanian (Ruswandi, Et All, 2007).
Besarnya Tuntutan Akan Produk Pangan Yang Baik, Sehat Dan
Berwawasan Lingkungan Adalah Suatu Hal Yang Tidak Dapat Terelakkan. Peningkatan
Tingkat Pendidikan Dan Ekonomi Masayrakat Mengekibatkan Tuntutan Baru Akan
Pangan Di Berbagai Belahan Dunia. Kondisi Tersebut Mau Tidak Mau Harus Dihadapi
Oleh Indonesia. Tuntutan Akan Produk Pangan Yang Aman Tidak Hanya Dipandang
Sebagai Hambatan Bagi Dunia Pertanian Di Indonesia, Namun Juga Harus Dilihat
Sebagai Sebuah Tantangan Dan Peluang Bagi Para Stakeholder Di
Bidang Pertanian
2.2 Implementasi Penerapan
Gap Dalam Agribisnis Di Indonesia
Departemen Pertanian (2008)
Menerangkan Bahwa Penerapan Gap Melalui Standar Operasional Prosedur (Sop) Yang
Spesifik Lokasi, Spesifik Komoditas Dan Spesifik Sasaran Pasarnya, Dimaksudkan
Untuk Meningkatkan Produktivitas Dan Kualitas Produk Yang Dihasilkan Petani
Agar Memenuhi Kebutuhan Konsumen Dan Memiliki Daya Saing Tinggi Dibandingkan
Dengan Produk Padanannya Dari Luar Negeri.
Dasar Hukum Penerapan Gap Di Indonesia Adalah Peraturan
Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/Ot.160/11/2006, Tanggal
28 November 2006 Untuk Komoditi Buah, Sedangkan Untuk Komoditas Sayuran Masih
Dalam Proses Penerbitan Menjadi Permentan. Dengan Demikian Penerapan Gap Oleh
Pelaku Usaha Mendapat Dukungan Legal Dari Pemerintah Pusat Maupun Daerah.
Maksud Dari Gap/Sop Adalah Untuk Menjadi Panduan Umum Dalam
Melaksanakan Budidaya Tanaman Buah, Sayur, Biofarmaka, Dan Tanaman Hias Secara
Benar Dan Tepat, Sehingga Diperoleh Produktivitas Tinggi, Mutu Produk Yang
Baik, Keuntungan Optimum, Ramah Lingkungan Dan Memperhatikan Aspek Keamanan,
Keselamatan Dan Kesejahteraan Petani, Serta Usaha Produksi Yang Berkelanjutan.
Tujuan Dari Penerapan Gap/Sop Diantaranya; (1) Meningkatkan
Produksi Dan Produktivitas, (2) Meningkatkan Mutu Hasil Termasuk Keamanan
Konsumsi, (3) Meningkatkan Efisiensi Produksi Dan Daya Saing, (4) Memperbaiki
Efisiensi Penggunaan Sumberdaya Alam, (5) Mempertahankan Kesuburan Lahan,
Kelestarian Lingkungan Dan Sistem Produksi Yang Berkelanjutan, (6) Mendorong
Petani Dan Kelompok Tani Untuk Memiliki Sikap Mental Yang Bertanggung Jawab
Terhadap Kesehatan Dan Keamanan Diri Dan Lingkungan, (7) Meningkatkan Peluang
Penerimaan Oleh Pasar Internasional, Dan (8) Memberi Jaminan Keamanan Terhadap
Konsumen. Sedangkan Sasaran Yang Akan Dicapai Adalah Terwujudnya Keamanan
Pangan, Jaminan Mutu, Usaha Agribisnis Hortikultura Berkelanjutan Dan
Peningkatan Daya Saing.
Tahapan Kegiatan Pelaksanaan Penerapan Gap/Sop Adalah
Sebagai Berikut : (1) Sosialisasi Gap, (2) Penyusunan Dan Perbanyakan Sop
Budidaya, (3) Penerapan Gap/Sop Budidaya, (4) Identifikasi Kebun/Lahan Usaha,
(5) Penilaian Kebun/Lahan Usaha, (6) Kebun/Lahan Usaha Tercatat/Teregister, (7)
Penghargaan Kebun/Lahan Usaha Gap Kategori Prima-3, Prima-2 Dan Prima-1, Dan
(8) Labelisasi Produk Prima.
Untuk Mempercepat Penerapan Gap/Sop Dilakukan Hal-Hal
Sebagai Berikut : (1) Mendorong Terwujudnya Supply Chain Management (Scm),
(2) Merubah Paradigma Pola Produksi Menjadi Market Driven, (3) Mendorong Peran
Supermarket, Retailer, Supplier, Dan Eksportir Untuk Mempersyaratkan Mutu Dan
Jaminan Keamanan Pangan Pada Produk, (4) Penyediaan Tenaga Pendamping Penerapan
Gap, (5) Melakukan Sinkronisasi Dengan Program Instansi Terkait Lainnya, (6)
Perumusan Program Bersama Instansi Terkait Lainnya Dan Melakukan Promosi, (7)
Target Kuantitatif Pencapaian Kebun Gap Tercantum Dalam Renstra Departemen
Pertanian, (8) Membentuk Dan Memberdayakan Lembaga Sertifikasi Untuk Melakukan
Sertifikasi Kebun Dan Produk Prima Dan (9) Mendorong Sosialisasi Mekanisme
Sistem Sertifikasi Dan Perangkatnya.
Walaupun Belum Semua Komoditas Pertanian Di Indonesia Sudah
Menerapkan Gap Dalam Pengembangan Agribisnisnya, Namun Penerbitan Permentan
Tersebut Merupakan Sebuah Langkah Maju Dan Merupakan Dasar Hukum Yang Jelas
Atas Pelaksanaan Gap Di Indonesia. Bahkan Negara Maju Seperti Amerika Serikat
Pun Para Petaninya Belum Sepenuhnya Menerapkan Gap. Avendano Dan Calvin (2006)
Menyatakan Bahwa Pemerintah Amerika Serikat Melalui Food And Drugs Administration (Fda) Baru
Menerbitkan Panduan Gap Bagi Para Petani Untuk Meminimalkan Resiko Mikrobia
Bagi Buah Segar Dan Sayuran Pada Tahun 1998. Fda Bahkan Sampai Saat Ini Masih
Memberlakukan Gap Bersifatvoulentary Atau
Sukarela Dan Belum Menjadi Kewajiban. Menurut Catatan Fda Hingga 2002 Baru 29
Persen Petani Di As Yang Sudah Menerapkan Gap Dalam Praktek Budidaya Pertanian,
Dan Sekitar 51 Persen Lainnya Baru Dalam Tahap Persiapan Menuju Gap.
Penyebab Belum Diterapkannya Gap Berbagai Negara Adalah
Mahalnya Biaya Yang Harus Dikeluarkan Untuk Menerapkannya.. Menurut Woods Dan
Suzanne (2005) Saat Melakukan Penelitian Dalam Menghitung Biaya Yang
Dikeluarkan Untuk Melaksanakan Good Agricultural
Practices Dalam Budidaya Tanaman Strawberry Di Sembilan Negara
Bagian Di Amerika, Ternyata Penerapan Gap Untuk Tanaman Strawberry Dibutuhkan
Biaya Berkisar Pada Us$ 288 /Ha/Musim Tanam. Biaya Tersebut Antara Lain Untuk
Penyediaan Toilet Dan Tempat Cuci Tangan Di Sekitar Lahan Bagi Pemetik
Strawberry Baik Untuk Pekerja Maupun Pengunjung, Pelatihan Hygiene, Pengepakan Dan Sanitasi Pendingin, Pennggunaan
Baki Sekali Pakai Apabila Diperlukan, Monitoring Penggunaan Air Untuk Irigasi
Dan Pengembangan Rencana Penanganan Manajemen Krisis Bagi Usaha Apabila
Terjadi Keracunan Yang Ditemukan Dalam Makanan.
Mahalnya Biaya Yang Harus Dikeluarkan Tentu Menjadi Kendala
Besar Untuk Dapat Diterapkan Oleh Para Petani Di Indonesia Yang Mayoritas Masih
Berkutat Dengan Masalah Kemiskinan Dan Lemah Dalam Sdm Terutama Dilihat Dari
Tingkat Pendidikan Para Petani Di Indonesia. Untuk Menerapkan Gap Di Indonesia
Saat Ini Dioptimalkan Untuk Dilaksanakan Oleh Perusahaan Agribisnis Yang
Berskala Besar Dan Berorientasi Ekspor. Pemerintah Sendiri Telah Membantu
Penerapan Gap Tersebut Dengan Sop Khusus Pada Setiap Komoditas Pertanian
Yang Hendak Diusahakan, Namun Baru Terbatas Pada Komoditas Hortikultura.
Pemerintah Juga Telah Memberikan Penghargaan Kepada Berbagai Kebun Buah Yang
Telah Menerapkan Standar Gap Melalui Penghargaan Kategori Prima 3, Prima 2 Dan
Prima 1 Untuk Merangsang Penerapan Gap Bagi Kebun Hortikultura Buah.
Tantangan Lainnya Adalah Rumitnya Prosedur Penerapan Gap
Yang Harus Diperhatikan Oleh Perusahaan Agribisnis Di Inonesia Apabila Ingin
Mengekspor Produknya Ke Luar Negeri Terutama Negara-Negara Di Uni Eropa Maupun
Amerika Serikat. Ender Dan Mickazo (2008) Menyatakan Bahwa Negara-Negara Di Uni
Eropa Juga Menggunakan Haccp (Hazard Analysis Critical
Control Point) Untuk Diterapkan Dalam Penilaian Gap. Bahkan The National Advissory Committe On Microbiological Criteria For
Foods Yang Dimiliki Oleh Pemerintah As Juga Menyarankan
Pemakaian Haccp Sebagai Alat Penilaian Dalam Keamanan Pangan. Penerapan
Strategi Dasar Haccp Pada Good Agricultural Practice (Gap)
Pada Lahan Pertanian Meliputi Panduan Umum Yang Terdiri Dari :
·
Program
Perawatan Peralatan
·
Program
Sanitasi Termasuk Pada Fasilitas Pengepakan
·
Pembersihan
Akhir Musim Tanam
·
Tempat
Penyucian Dan Pengepakan
·
Pelatihan
Bagi Para Karyawan
·
Program
Penangan Hama Dan Penyakit
·
Program
Perawatan Gudang
·
Transportasi
·
Dan
Pengambilan Sampel Mikrobia
Pemerintah Indonesia Melalui Departemen Pertanian Telah
Mendorong Pemberlakuan Praktek-Praktek Pertanian Yang Baik Dan Ramah
Lingkungan. Prinsip-Prinsip Dalam Gap Di Indonesia Kemudian Diselarakan Dengan
Program Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
Dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop Management).
Pendekatan Pengelolaan Ini Penting Untuk Perbaikan Dan Pengelolaan Pertanian
Dalam Jangka Panjang. Fitur Kuncinya Adalah Penggunaan Yang Hati-Hati Terhadap
Produk Agrokimia Termasuk Pestisida, Pupuk Kimia, Dan Zat Pengatur Tumbuh.
Karena Itu, Gap Memanfaatkan Pengendalian Hama, Penyakit Dan Gulma Sampai Taraf
Aman Yang Dikehendaki, Yaitu Pada Batas Biaya Ekonomis Bagi Petani Dan Bahaya
Yang Minimla Bagi Operator, Orang Lain Di Sekitarnya Dan Lingkungan Hidup. Hal
Lain Yang Bersifat Sentral Dan Penting Adalah Adanya Jejak Audit Yang Jelas,
Dengan Penyelenggaraan Dokumentasi Yang Komprehensif Untuk Seluruh Tahapan
Budidaya, Prosesing, Penyimpanan Hasil, Atau Bahan Baku Industri Sehingga Dapat
Dirunut Kembali. Secara Praktis Hal Ini Dilakukan Melalui Penyusuanan Protokol,
Pencatatan Dan Pendataan Tahapan-Tahapan Kegiatan Gap Termasuk Penggunaan
Pestisida, Pupuk Kimia Dan Zat Pengatur Tumbuh. Hal Ini Juga Akan Menjamin
Konsumen Bahawa Mereka Mendapatkan Output Bahan Pangan Yang Terjamin Dan
Memenuhi Standar Kualitas Yang Tinggi.
2.3 Peluang Dan Tantangan Gap Bagi
Dunia Agribisnis Di Indonesia
Walaupun Implementasi Penerapan Gap
Di Indonesia Masih Sangat Berat, Namun Pemerintah Telah Mengambil Langkah-Langkah
Yang Strategis Untuk Pelaksanaan Gap Tersebut. Apalagi Saat Ini Dasar Hukum
Pelaksanaan Gap Baru Pada Tanaman Budidaya Buah-Buahan Yakni Dengan
Diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/Ot.160/11/2006 Tanggal 28 November 2006 Yang Relatif
Masih Baru. Namun Hal Itu Ternyata Tidak Serta Merta Membuat Komoditas
Pertanian Indonesia Lesu Di Pasaran Eksport, Terutama Untuk Negara-Negara
Asean. Menurut Hadi Dan Mardianto (2004) Ekspor Produk Pertanian Indonesia
Termasuk Mengalami Pertumbuhan Yang Positif Terutama Pada Komoditas Perkebunan,
Perikanan Dan Peternakan Walaupun Pertumbuhan Ekspor Indonesia Ternyata Juga
Negatif Terutama Untuk Produk Tanaman Pangan. Hal Tersebut Ternyata Menunjukkan
Bahwa Indonesia Masih Memiliki Peluang Besar Untuk Mengembangkan Produk
Pertanian Yang Dimilikinya.
Sedangkan Untuk Beberapa Komoditas Pertanian Terutama
Hortikultura Pemerintah Perlu Mempertimbangkan Untuk Memberikan Proteksi Untuk
Melindungi Produk Pertanian Indonesia Hingga Mampu Menerapkan Gap. Hal Tersebut
Bertujuan Agar Para Petani Di Indonesia Dapat Menyesuaikan Dan Menerapkan Gap
Terlebih Dahulu Sebelum Diadu Hasil Produksinya Dengan Negara-Negara Yang Telah
Maju Teknologi Pertaniannya. Pemberian Proteksi Ternyata Juga Mampu Untuk
Meningkatkan Kesejahteraan Dan Pendapatan Petani Di Indonesia. Hadi Dan Saptana
(2008) Mencontohkan Kebijakan Proteksi Pada Jeruk Dan Bawang Merah Secara Makro
Nasional Ternyata Berpotensi Meningkatkan Harga Grosir, Harga Petani, Produksi,
Dan Surplus Produsen, Menurunkan Impor, Tetapi Dilain Pihak Juga Menurunkan
Jumlah Permintaan, Surplus Konsumen, Dan Penerimaan Pemerintah Dari Pajak
Impor.
BAB 3
PENUTUP
3.1
kesimpulan
Penerapan Gap Dalam Agribisnis Akan
Semakin Mendapatkan Sorotan Di Mata Konsumen Di Masa-Masa Yang Akan Datang,
Terutama Untuk Pemenuhan Pasar Di Negara-Negara Maju. Tuntutan Konsumen Akan
Semakin Meningkat Terhadap Pemenuhan Makanan Yang Aman Dan Dengan Pengolahan
Budidaya Yang Berwawasan Lingkungan. Sementara Penerapan Gap Di Indonesia Saat
Ini Belum Akan Dapat Dilaksanakan Secara Optimal Mengingat Besarnya Biaya
Penerapan Gap Pada Sistem Pertanian Serta Masih Rumitnya Prosedur Penerapan Gap
Melalui Haccp Untuk Dapat Diterapkan Pada Petani Di Indonesia Yang Mayoritas
Merupakan Petani Miskin Dengan Tingkat Sdm Yang Rendah Serta Kepemilikan Lahan
Yang Rendah Pula. Penerapan Gap Di Indonesia Baru Dapat Dimungkinkan Pada
Perusahaan-Perusahaan Agribisnis Dengan Skala Besar Yang Telah Berorientasi
Ekspor Terutama Pada Perusahaan Perkebunan Dengan Komoditas Yang Telah Diakui
Kualitasnya Di Dunia Internasional.
3.2 saran
Sedangkan Untuk Dapat Memacu
Penerapan Gap Di Indonesia Pemerintah Perlu Menerbitkan Landasan Hukum
Penerapan Gap Untuk Produk Lain Di Luar Buah-Buahan. Pemerintah Juga Perlu
Mempertimbangkan Kebijakan Proteksi Sektor Pertanian Sambil Mendorong Penerapan
Gap Di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
- https://manga1989.wordpress.com/2010/06/09/peranan-good-agricultural-practices-dalam-agribisnis-diindonesia/
- Http://Www.Dinpertantph.Jawatengah.Go.Id
- Http://Www.Petaniindonesia.Com/-
- Http://Www.Hortikultura.Deptan.Go.Id
- https://www.academia.edu/16788754/PENGERTIAN_GAP
alhamdulillah makalh bu ucik elesai juga
ReplyDelete