BAB I
DASAR TEORI
Menurut
Sudarmo (1991), pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk
mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma.
Tanpa menggunakan pestisida akan terjadi penurunan hasil pertanian yang
signifikan. Pestisida secara umum digolongkan beberapa jenis menurut organisme
yang akan dikendalikan populasinya yaitu Insektisida, herbisida, fungsida dan
nematisida digunakan untuk mengendalikan hama, gulma, jamur tanaman yang
patogen dan nematoda.
Semua alat
yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemproan disebut
alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi
untuk mengubah atau memecah larutan semprot yang dilakukan oleh nozzle,
menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus (droplet).
Pada alat pengkabut (miss blower) dimasukkan kedalam pengertian sprayer.
Fogging machine dan cold aerosol generator sebenarnya juga dapat
dianggap sebagai sprayer. Banyak jenis alat penyemprot yang bisa digunakan,
yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower
and Dust), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer),
dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan
kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanaman sehingga
pemakaian pestisida menjadi efektif dan efisien (Sukma, Y. dan Yakup, 1991).
Alat yang
digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang digunakan.
Pestisida yang berbentuk butiran untuk menyebarkannya tidak membutuhkan alat
khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa dugunakan untuk
menampung pestisida tersebut dan sarungtangan agar tangan tidak berhubungan
langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan (EC) atau bentuk tepung
yang dilarutkan (WP atau SP) memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya.
Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus.
Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik,
misalnya alat penyuntik tanah untuk nematisida atau penyuntik pohon kelapa
untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang (Djojosumarto, 2000). Pada dasarnya
semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara
penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme
kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang
dilakukan nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat
halus.
Berdasarkan ketahanannya di
lingkungan, maka pestisida dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu yang
resisten dimana meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang
resisten. Menurut Raini (2007) pestisida yang termasuk organoklorin termasuk
pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu
lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya
DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin. Pestisida kelompok
organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja
dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon,
Azodrin, Gophacide, dan lain- lain (Manuaba, 2008).
Penyemprot
gendong, baik yang otomatis atau semiotomatis dilengkapi dengan sabuk
penggendong. Sabuk ini berfungsi untuk menaruh alat pada punggung penyemprot.
Bagi penyemprot gendong otomatis, sebelum penyemprotan dimulai maka diperlukan
pemompaan terlebih dulu. Pemompaan dilakukan berulang kali sampai tekanan di
dalam tangki dianggap cukup dengan melihat manometer yang ada pada alat
tersebut. Tekanan yang terlalu tinggi dikhawatirkan bisa meledak. Dan
sebaliknya, apabila tekanan rendah maka air semprotan keluarnya tidak sempurna.
Lain lagi cara penggunaan penyemprotan gendong semiotomatis, jenis penyemprot
ini diperlukan pemompaan yang kontinyu.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Waktu
dan Tempat
Pelaksanaan praktikum acara Aplikasi Pestisida dan
Kalibrasi dilakukan pada tanggal 4 Mei 2016 . Praktikum dimulai pada
pukul 08.00 WIB, di UPT Pertanian, POLITEKNIK NEGERI JEMBER.
2.2. Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
1.
Alat semprot SWAN dan SOLO
2.
Alat tulis
3.
Ember plastik
4.
Penggaris atau meteran
5.
Gelas ukur 1000 ml
6.
Stopwatch
2.2.2 Bahan
1.
Air
2.
Dithane, Gandasil D, Bayer
2.3 Cara
Kerja
2.3.1 Kalibrasi Peralatan
a.
Penentuan
kecepatan curah semprot
1.
Memasukkan air ke dalam alat semprot
dan melakukan pemompaan secukupnya kemudian melakukan penyemprotan ke dalam
ember plastik selama 1 menit.
2.
Mengukur jumlah larutan yang keluar
selama 1 menit dengan menggunakan gelas ukur.
3.
Mengulang prosedur di atas sebanyak
3 kali ulangan, selanjutnya menghitung kecepatan curah per-menit (A)
b.
Penentuan
lebar penyemprotan
1.
Melakukan penyemprotan pada
ketinggian nozel 40 cm dari muka paving ke permukaan paving yang kering.
2.
Mengukur lebar
penyemprotan yang dihasilkan oleh nozel yang digunakan dengan mengukur jarak
tepi ke tepi (B meter)
c.
Penentuan
kecepatan jalan
1.
Meletakkan alat semprot di punggung
dan melakukan penyemprotan sambil berjalan secara teratr sejauh 50 meter.
2.
Menghitung waktu yang diperlukan
untuk menempuk jarak 10 mter
dengan menggunakan stopwatch.
3.
Melakukan hal yang sama sebanyak 3
kali, kemudian menghitung rata-rata waktu yang diutuhkan untuk menempuh jarak
tersebut.
4.
Menghitung kecepatan jalan (C
meter/menit)
3.2
Pembahasan
Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan
ketika seorang akan melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat
semprot. Karena pada setiap alat semprot memililki perbedaan volume yang
keluar. Selain itu factor manusia juga dapat menyebaakan perubahan tersebut.
Alat semprot yang menyebabkan perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan
menyebabkan volume curah yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar
gawang. Faktor dari manusia (penyemprot) yang menyebabkan perubahan adalah
kecepatan jalan, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
kemudian lebar gawang dan tekanan. Oleh karena itu kalibrasi diperlukan karena
pertimbangan hal tersebut, dengan kalibrasi maka akan didapatkan volume air per
hektar.
Pada pratikum ini dilakukan kalibrasi dengan
menggunakan alat semprot punggung semi otomatis
tuas atas. Pada awalnya dilakukan perhitungan kecepatan jalan dengan 3 ulangan
dengan jarak 50 meter. Pertama yang dilakukan adalah
mencari curah dalam satuan liter/menit yaitu dengan meyemprot dengan memasukkan
air yang keluar pada gelas ukur dengan volume 1 liter kemudian didapatkan
rata-rata dari 3 ulangan.. Tahap
kedua adalah melakukan penghitungan kecepatan jalan sejauh 50 meter. Kecepatan dihitung dari jarak yang
ditempuh dibagi dengan banyaknya waktu yang dihabiskan. Dari 3 ulangan
didapatkan data kecepatan jalan.
BAB IV. PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan dengan Pestisida
dan Kalibrasi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Tujuan utama dari kalibrasi
adalah mencari volume air/ ha.
2.
Penyebab dilakukannya
kalibrasi adalah adanya perubahan yang disebabkan dari nozel yang selanjutnya
akan menyebabakan perubahan curah.
3.
Manusia juga merupakan salah
satu faktor penyebab perubahan yang
disebabkan karena perbedaan kecepatan jalan dari masing-masing orang yang tidak
sama, kemudian lebar gawang dan tekanan yang diberikan dari masing-masing orang
juga tidak sama.
4.2
Saran
Sebaiknya
sebelum melakukan aplikasi pestisida dilapangan dilakukan kalibrasi terlebih
dahulu agar penggunaan dapat efektif dalam mengendalikan OPT sasaran. Selain
itu kalibrasi juga akan menghemat biaya pengedalian karena jumlah pestida yang
dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
Djojosumarto,
P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida
Pertanian. Kanisius.
Yogyakarta.
Djojosumarto, Panut. 2004. Teknik
Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Kartika,
Yuyun. 2012. Faktor Risiko yang Berkaitan dengan Kejadian Keracunan Pestisida
pada Petani Penyemprot Tanaman Bawang Merah di Desa Sengon Kecamatan Tanjung
Kabupaten Brebes. Unnes Journal of Public
Health 2 (1): 72-79.
Manuaba, I.
B. P. 2008. Cemaran Pestisida Fosfat-Organik di Air Danau Buyan Buleleng Bali. Jurnal Kimia, 2(1): 7-14.
Parlyna,
Ryna. 2011. Konsumsi Pangan Organik: Meningkatkan Kesehatan Konsumen. Econosains, 9(2): 157-165.
No comments:
Post a Comment