Monday, November 21, 2016

Laporan pembuatan media MS (Murashige dan Skoog) kultur jaringan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetatif nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di dalam ruangan (laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari patogen). Bermuara dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik.
            Selain peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu factor utama dalam keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media kultur jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada kultur.
            Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.  Media kultur  fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk  padat menggunakan  pemadat  media seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.
1.2 Tujuan
1.      Mengetahui dan melakukan cara pembuatan larutan stock
2.      Menetahui cara pembuatan larutan MS





























BAB 2. TINAJUAN PUSTAKA

Kultur jaringan merupakan cara pembiakan  vegetatif yang cepat dan secara genetik sifat-sifat tanaman anak yan gdihasilkan akan sama atau identik dengan induknya. Dalam teknik kultur jaringan yang perlu mendapat perhatian adalah komposisi media kultur dan zat pengatur tumbuh yang tepat serta sumber eksplan yang digunakan untuk menghasilkan plantlet di samping faktor lainnya yaitu cahaya, suhu dan kelembaban (Rainiyati, 2007).
Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional, dalam waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal   musim,   bibit   yang   dihasilkan   lebih   sehat   dan   dapat   memanipulasi genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah (Pramono, 2007)
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro (Andini, 2001).  Keberhasilan kultur in viro ditentukan oleh media dan macam tanaman. Media mempunyai 2   fungsi utama, yaitu untuk menyuplai nutrisi dan untuk mengarahkan pertumbuhan melalui zat pengatur tumbuh. Adanya variasi media untuk   tanaman   menimbulkan   beberapa   macam   media   yang   digunakan   yaitu Murashige dan Skoog(MS), Gamborg (B5), Linsmaier, Nitsch dan Woody Plant Medium (WPM). Selain media, zat pengatur tumbuuh juga memegang peranan penting dalam melakukan teknik kultur. Zat pengatur tumbuh adalah kelompok hormon, baik hormon tumbuhan alamiahmaupun sintetis (Elimasni, 2006).
Media   merupakan   faktor   utama   dalam   perbanyakan   dengan   kultur jaringan.   Keberhasilan   perbanyakan   dan   perkembangbiakan   tanaman   dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap partum-buhan dan   perkembangan   eksplan   serta   bibit   yang   dihasilkannya   (Tuhuteru,   2012). Menurut Siregar (2013), media yang biasa adalah media Murashige & Skoog (MS).  Media  MS  digunakan  untuk  hampir   semua  macam  tanaman,  terutama tanaman herbasius. Sebelum membuat media, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan stok. Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-bahan kimia khususnya yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu sering menimbang karena hal ini kurang praktis. Larutan stok disimpan di dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak dan mencegah terdegradasinya bahan-bahan kimia   oleh   mikroba   penyebab   kontaminasi.   Pembuatan   larutan   stok   harus dilakukan dengan cennat, sebab larutan stok yang terlalu pekat akan mengalami  pengendapan  di  lemari  es,  dan   larutan stok  yang  terkontaminasi  tidak  boleh digunakan lagi (Hendaryono dan Wijayani, 2002).  Untuk   membuat   media   dengan   jumlah   zat   seperti   yang   ditentukan, diperlukan   penimbangan   dan   penakaran   bahan   secara   tepat.   Ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang dikehendaki. Pada umumnya untuk suatu keperluan, media yang telah dirumuskan dapat diubah atau diperbarui, dengan mengganti zat-zat tertentu, atau menambah zat lain. Untuk melakukan perubahan ini diperlukan acuan yang mantap atau pengalaman (Rahardja, 1988). Media kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman menyediakan tidak hanya unsur-unsur hara makro dan mikro,  tetapi juga karbohidrat yang  padaumumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat melalui atmosfir melalui fotosintesis. Untuk membuat media padat biasanya digunakan agar-agar dimana keuntungannya dari pemakaian agar-agar adalah agar-agar tidak dicerna   oleh   enzim   tanaman   dan   tidak   bereaksi   dengan   persenyawaan- persenyawaan penyusun media. Metode kultur jaringan bukan hanya digunakan untuk   tujuan   perbanyakan   tanaman,   namun   dapat   pula   digunakan   untuk pelestarian   plasma   nutfah.   Media   kultur   jaringan   untuk   pelestarian   berbeda dengan   media   untuk   perbanyakan,   dimana   media   perbanyakan   menyediakan komposisi unsur-unsur mendorong pertumbuhan berjalan cepat, sedangkan media pelestarian menyediakan komposisi unsur-unsur selain untuk mendorong  juga menghambat   pertumbuhan   agar   berjalan   lambat,   sehingga   dikenal   sebagai pelestarian melalui pertumbuhan minimal (Laisina, 2013). Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik ataupun anorganik yang   hanya   dibutuhkan   tanaman   dalam   konsentrasi   yang   sangat   sedikit.   Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk menginduksi pertumbuhan pada teknik mikropropagasi adalah kombinasi golongan auksin dan sitokinin dimana pada   penelitian   ini   jenis   yang   digunakan   adalah   NAA   yang   dikombinasikan dengan BAP (Paramartha, 2012). Menurut Paramartha (2012), beberapa penelitian menyebutkan bahwa kombinasi   penggunaan   zat   pengatur   tumbuh   (ZPT)   auksin   dan   sitokinin mempengaruhi   pertumbuhan   eksplan.   Jika   rasio   sitokinin   dan   auksin   relatif seimbang maka eksplan akan membentuk massa sel yang bersifat meristematik dan terus melakukan pertumbuhan. Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon diperlukan dalam konsentrasi rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh (Heddy, 1991).  Faktor penting lain yang juga perlu mendapat perhatian, adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel,   juga   harus   mempertimbangkan   faktor-faktor   kelarutan   dari   garam-garam penyusun media, pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam- garam lain, dan efisiensi pembekuan agar-agar. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8 (Gamborg dan Shyluk, 1981).




























BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari selasa tanggal 18 oktober 2016, pukul 07.00 – 09.00 WIB. Di laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Jember.
3.2 Aat dan Bahan
Alat :
Bahan :
Gelas standar(Erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala)
Larutan stock A-H
Botol kultur
Aquades
Alumunium foil ketebalan 37,5
Serbuk agar-agar (3,5 gr/500 ml)
Kertas label
Gula pasir (15 gr/500 ml)
Digital pH meter
Air
Timbangan analitik

Kompor
Panci
Pipet ukur
Karet penyedot
Stirer plate
Auto clave
Karet
Pengaduk
ATK
Botol semprot

3.3 Prosedur Kerja
1.      Mempersiapkan alat dan bahan
2.      Memeberi label pada 80 botol stock menggunkan kertas label
3.      Memasukan larutan stock A-H  kedalam bekerglass satu persatu menggunakan pipet ukur dan karet penyedot
4.      Menimbang larutan agar sebanyak.. menggunakan timbangan analitik
5.      Menimbang gula sebanyak 15 gram menggunkan timbangan analitik dan melarutkan dalam air
6.      Menyampur serbuk agar dan larutan gula kedalam bekerglass berisi campuran larutan stock dan menambahkan aqades sampai 500 ml
7.      Mengukur campuran tersebut menggunkan digital pH tester
8.      Merebus larutan tersebut hingga mendidih
9.      Memasukan rebusan media kedalam botol stock sebanyak 18-20 ml menggunkan bantuan gelas ukur mini
10.  Menutup atas botol stock menggunkan alumunium foil dan karet (rapat)
11.  Memasukan kedalam autoclav pada suhu 121ÂșC dengan tekanan 17,5 psi/l, 75 atm selama 20 menit
12.  Mendiamkan larutan selama 7 hari didalam ruang inokulasi











BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
No
Gambar
Keterangan
1.
Mengambil larutan stock A-H dan memasukan kedalam bakerglass
2.
Menimbang gula sebanyak 15 gram dan melarutakan kedalam aquades
3.
Mencampur larutan gula, serbuk agar-agar 3,5 gram kedalam bekerglass berisi campuran larutan stock dengan penambahan aquades sebanyak 500 ml
4.
Mengukur kandungan pH campuran larutan tersebut menggunkan digital pH tester
5.
Memasukan larutan tersebut kedalam panci dan direbus hingga mendidih
6.
Larutan yang sudah mendidih dimasukan kedalam botol stock sebanyak 18-20 ml, mengukur menggunkan bakerglass mini
7.
Memasukan botol stock ynag terisi larutan kedalam autoclav selama 20 menit dengan suhu 121ÂșC

4.2 Pembahasan
       Media kultur jaringan merupakan media tanam untuk eksplan yang akan dikulturkan. Keberhasilan suatu tanaman yang dikulturukan salah satunya pada pembuatan media tanam ini. Apabila tekstur media MS ini terlalu encer maka akar mudah masuk kedalam namun tidak sempat memakan nutrisi didalamnya, sedangkan apabila terlalu padat maka akar juga sukar untuk meninjau media. Maka dari itu pembuatan media kultur MS harus sesuai standart komposisi bahan yang digunakan. Mencampurkan larutan stock A-H kedalam bakerglass dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Larutan stock A-D memiliki kepekatan 50 kali= 20 ml larutan (untuk 1000 ml total keseluruhan larutan media), sedangkan pembuatn media ini menggunkan 500 ml. Sehingga larutan stock A-D sebanyak 10 ml.
2.      Larutan stock E memiliki kepekatan 100 kali=10 ml, sehingga diperlukan sebanyak 5 ml
3.      Larutan F-G memiliki kepekatan 200 kali=5ml, sehingga diperlukan sebanyak 2,5 ml
4.      Larutan H memiliki kepekatan 100 kali=10 ml, sehingga diperlukan sebanyak 5 ml
Larutan stok tersebut dipipet menggunakan pipet ukur sesuai dengan hasil pencarian melalui perhitungan dengan menggunakan rumus pengenceran kemudian diencerkan (yang sebelumnya terlebih dahulu telah dideretkan di atas meja secara berurutan mulai dari larutan stok A-H) atau seperti penjelasan diatas. Pemipetan larutan harus dilakukan secara berurutan untuk menghindari terjadi reaksi kimia antar larutan yang dapat menyebabkan penurunan atau degradasi maupun reaksi penggaraman yang akan berakibat pada ketidaktersediaan unsur tumbuh untuk petumbuhan eksplan. Konsentrasi larutan yang digunakan sesuai dengan konsentrasi pada formulasi media MS. Pada saat mengukur pH juga harus diperhatikan terutama pada nilai pH. Apabila ternyata pH < 5,8 maka harus ada penambahan NaOh agat tidak terjadi pengenceran. Apabila nilai pH > 5,8 maka harud diberi KCl agar tidak terjadi pengendapan. Penambahan larutan gula dan agar memiliki keguanaan masing-masing diantaranya sbb: gula berfungsi ganda di dalam media yaitu sebagai sumber energi dan sebagai penyeimbang tekanan osmotik media. Sedangkan agar – agar berfungsi sebagai pemadat pada larutan.






BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hasil pengamatan pada praktikum dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan komponen faktor lingkungan yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat.
1.      Apabila larutan media pH-nya rendah kurang dari 5.8 maka ditambah NaOh, dan apabila pH nya lebih dari 6.0 maka ditambahkan KCl.
2.      Pada parakikum ini, media kultur yang dibuat yaitu dalam bentuk padat dengan formulsi Murashige dan Skoog (MS)
3.      Dalam proses pembuatan media kultur harus benar-benar diperhatikan tingkat sterilitas dan kebutuhan atau jumlah komponen penyusun media kultur.





6 comments: