KEMENTRIAN
RISET DAN TEKNOLOGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
PRODI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA
MAKALAH
SENTRA BAWANG
MERAH NGANJUK
Program Studi: Produksi Tanaman Hortikultura
Semester/Golongan: 4/A
CITRA
HELDA ANGGIA
NIM
: A31151077
Dosen
:Drs.Ir.Eliyatiningsih, SP.,MP
POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
2017
Jl. Mastrip. PO BOX 164 Jember 68101,
Tlp.(0331)333531;
E-Mail: politeknik.ac.id
Telah
Diperiksa dan Dinilai
|
|
|
|
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Di lihat dari segi ekonomi, usaha bawang
merah cukup menguntungkan serta mempunyai pasar yang cukup luas. Konsumsi
bawang merah penduduk Indonesia pada saat ini mencapai 650.000 ton, dan
konsumsi bawang merah ini meningkat sekitar 5% setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan. Selain itu peluang ekspor
bawang merah segar masih terbuka luas, selain akibat peningkatan konsumsi,
peningkatan pemanfaatan bawang merah untuk terapi kesehatan. 73 Musim panen
(tanam) bawang merah di Indonesia saling melengkapi dengan negara lain, dalam
arti, bilamana di negara lain misalnya daratan China sedang musim tanam, maka
di Indonesia sedang panen raya, dan sebaliknya.
Sehingga kondisi ini memberi peluang masuknya
bawang merah impor bawang merahal dari China, Philipina dan India masuk secara
ilegal maupun illegal, atau sebaliknya dapat memberi peluang ekspor bawang
merah bilamana konsumsi dan kebutuhan industri bawang merah dalam negeri telah
dipenuhi (Direktoat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian,2006).
Bawang merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi yang relatif
tinggi. Fluktuasi harga bawang dapat disebabkan oleh pasokan impor, harga impor
bawang merah dan harga pupuk.
Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan
pengaruh paling besar adalah harga impor bawang merah. Selain itu yang
menyebabkan harga bawang merah berfluktuasi adalah masa panen dimana saat panen
besar produksi melimpah harga menjadi rendah,sebaliknya saat produksi rendah
harga menjadi tinggi. Secara rata-rata nasional, fluktuasi harga bawang cukup
tinggi yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan untuk periode
bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar 20,86 %, yang
artinya adalah rentang penyimpangan harga bawang merah bulanan dalam jangka
waktu satu tahun terakhir berada dalam kisaran dalam kisaran +20,86 % dari
harga rata-rata nasional dalam periode tersebut. Untuk periode bulan Desember
2010 sampai dengan bulan Desember 2011, harga rata-rata bawang merah nasional
yaitu sebesar Rp.19.243/kg, dengan fluktuasi harga yang menurun sejak bulan
Juli 2011 hingga Desember 2011.
Penurunan harga ini disebabkan karena
panen berlangsung bersamaan di beberapa wilayah Jawa tengah, Jawa Timur dan
Jawa Barat. Produksi bawang merah lokal meningkat akibat perluasan lahan
produksi. Selain itu pasokan bawang meningkat bukan hanya bawang merah dari
produksi lokal, tetapi juga bawang impor yang masuk di wilayah Brebes, yang
merupakan salah satu sentra penghasil bawang di Indonesia (Fitri Prima Nanda,
Ira mega dan Iqlima Idayah, 2011).
Strategi pengembangan di lini off-farm diawali
dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri
hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan
kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah,
tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta. 74 Pengembangan
industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah
(Litbang Pertanian, 2006). Namun program ini masih menghadapi banyak kendala di
lapangan yakni (1) kegiatan penanganan pascapanen umumnya masih belum dilakukan
secara baik oleh petani; (2) industri pengolahan belum banyak berkembang dan
masih terbatas pada industri rumah tangga; (3) sistem jaminan mutu belum
tersosialisakan dengan baik dan merata; (4) sarana pasca panen, pengolahan dan
pemasaran tersedia secara terbatas dan umumnya masih tradisional; (5) tataniaga
bawang merah umumnya masih dikuasai oleh tengkulak/pedagang besar; (6)
kelembagaan petani bawang merah seperti asosiasi belum berfungsi secara optimal
dan lembaga permodalan belum tersedia; (7). skala usaha relatif kecil; (8).
distribusi bawang merah belum berjalan dengan baik; (9). pengembangan
penanganan pasca panen, pengolahan dan sistem jaminan mutu; (10) pengembangan
dan perbaikan sistem distribusi dan pemasaran (Direktoat Jenderal Pengolahan
Dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2006).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Bawang Merah
Nganjuk
Nganjuk sentra
penghasil bawang merah di Jawa Timur, bukan hal yang
mengherankan bagi warga Kabupaten Nganjuk bila di mana-mana terlihat banyak
orang menanam, memanen, menjemur, atau memperjualbelikan bawang merah.
Namun, bagi pendatang atau mereka yang baru mengetahui fakta ini, menganggap
Nganjuk ibarat sekumpulan surga bawang merah,
tidaklah keliru.
2.2 Tempat Pemasaran Nganjuk Dan Keadaan Harga Bawang Merah
Bila
mengunjungi Nganjuk atau bermaksud membeli bawang merah langsung ke pusatnya, pasar Sukomoro
dapat dipilih sebagai surga bawang merah.
Pasar yang terletak di Jalan Surabaya-Madiun, Kecamatan Sukomoro ini dikenal
sebagai pasar yang mengkhususkan diri pada transaksi jual-beli bawang merah.
Di setiap sudut pasar ini hanya akan ditemui penjual dan pembeli bawang merah.
Bawang
merah yang dijual di pasar Sukomoro ini beragam harganya. Ada yang murah dan
ada juga yang mahal bergantung kualitas bawang merah.
Harga normal untuk satu kilogram bawang merah rata-rata berkisar antara Rp 5.000
hingga Rp 13.000. Semakin besar dan kering ukuran bawang merah,
harganya akan semakin mahal.
Keahlian menawar menjadi modal di pasar ini. Biasanya
para pedagang akan mematok harga maksimal ketika menjajakan bawang merahnya.
Untuk itu, sebelum memutuskan membeli, perhatikan dulu dengan seksama bawang merah yang dijajakan pedagang.
Hal
pertama yang perlu diperhatikan sebelum membeli bawang merah adalah soal ukuran.
Normalnya, untuk bawang merah dengan ukuran besar harganya berkisar antara Rp
10.000 hingga Rp 13.000, bawang merah berukuran sedang dihargai Rp 7.000
hingga Rp 10.000, dan bawang merah ukuran kecil mulai Rp 5.000 hingga Rp 7.000.
Jangan
malu menawar,
karena beberapa pedagang ada yang memainkan trik dengan mencampur bawang merah besar dan kecil lalu menjualnya dengan
harga bawang merah besar. Anda bisa menawar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram
setelah sebelumnya memerkirakan ukuran rata-rata bawang merah yang ditawarkan.
Hal
kedua yang harus dipastikan adalah kadar basah keringnya bawang merah.
Bawang merah yang memiliki kondisi lembab atau cenderung basah akan lebih berat
di timbangan. Itu akan cukup merugikan bila kering bobotnya akan berkurang.
Periksa kadar basah kering bawang merah secara menyeluruh.
Bawang merah yang
terletak di bagian atas karung mungkin terasa kering, tapi di bagian bawah
belum tentu. Oleh sebab itu, jangan ragu menegosiasikan harga bawang merah berdasarkan kadar basah keringnya.
Misalnya
bila pedagang menawarkan bawang merahnya
dalam karung seharga Rp 10.000 per kilogramnya, kemudian Anda dapati kira-kira
20 persen bawang merah dalam karung agak basah, tawarlah
dengan menurunkan harga menjadi Rp 8.000 per kilogram.
Bawang
merah yang dijajakan biasanya sudah dikemas dalam karung-karung ukuran satu kuintal, sehingga kebanyakan
pembeli di Pasar
Sukomoro adalah mereka
yang bermaksud menjual kembali bawang merah yang dibelinya.
Akan
tetapi, Anda tak perlu khawatir apabila bermaksud membeli sekadar satu atau dua
kilogram saja, karena beberapa pedagang juga melayani pembelian secara ecer.
2.3 Luas Penanaman Bawang Merah Nganjuk
Nganjuk terkenal sebagai
sentra bawang merah di Jawa Timur dengan total areal penanaman seluas 11.300
ha, terluas kedua setelah Brebes. Sentra penanaman bawang merah di Kabupaten
Nganjuk berada di lima kecamatan, yaitu Bagor, Wilangan, Sukomoro, Gondang, dan
Rejoso.Menurut data yang dikeluarkan dari Kementerian Pertanian, produksi
bawang merah di Nganjuk adalah mencapai 117.501 ton pada tahun 2013. Kabupaten
Nganjuk secara rata-rata menyumbang 80% produksi bawang merah Jawa Timur dengan
frekuensi panen 2-4 kali dalam setahun.
Kabupaten Nganjuk memiliki 400
kelompok tani hortikultura dengan setiap kelompok rata-rata terdiri dari 10
orang dengan kepemilikan masing-masing petani seluas 0,25 ha. Bibit selama ini
masih didapat dengan menyisakan 20% hasil panen mereka. Beberapa varietas yang
terdapat di Nganjuk adalah Baiju, Tajuk, dan varietas dari Thailand (Waryanto,
2015). Dinas pertanian setempat mengadakan pelatihan untuk kelompok tani
mengenai Good Agriculture
Practice.
2.4
Varietas Bawang Merah Tajuk Ngnjuk
Tanah
pertanian di Nganjuk merupakan surga bagi penangkaran benih bawang merah,
Petani di Nganjuk mendapatkan anugrah di tanah surga ini dimana dapat tumbuh
dengan baik bawang merah yang di orientasikan untuk benih umbi, atas prakarsa
para petani dan Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk,di ajukannya legalitas
varietas bawang merah “TAJUK” di Kementrian Pertanian Republik Indonesia dimana
bawang merah ini merupakan bawang merah unggul yang mana bisa tumbuh dengan
baik di seluruh Nusantara,di dua musim,di dataran rendah maupun tinggi.
Bawang Merah
TAJUK memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa apabila ditanam di luar
wilayah Kabupaten Nganjuk, sehingga tujuan untuk memaksimalkan hasil produksi
bisa tercapai.
2.5 Deskripsi
Bawang Merah Varietas Tajuk
DESKRIPSI
BAWANG MERAH VARIETAS TAJUK
Asal
|
:
|
Introduksi dari Thailand
|
Silsilah
|
:
|
Seleksi positif
|
Golongan varietas
|
:
|
Klon
|
Tinggi tanaman
|
:
|
26.4 – 40.0 cm
|
Bentuk penampang daun
|
:
|
Silindris, tengah berongga
|
Ukuran daun
|
:
|
Panjang 27-32 cm, diameter 0.49-0.54 cm
|
Warna daun
|
:
|
Hijau muda (RHS 141 D)
|
Jumlah daun per umbi
|
:
|
3-8 helai
|
Jumlah daun per rumpun
|
:
|
15 –48 helai
|
Umur panen (80% batang melemas)
|
:
|
52 – 59 hari
|
Bentuk umbi
|
:
|
Bulat
|
Ukuran umbi
|
:
|
Tinggi 2,1 –3,4 cm;Diameter 0,8 –2,7 cm
|
Warna umbi
|
:
|
Merah muda (Pink RHS 64 D)
|
Berat per umbi
|
:
|
5 –12 gram
|
Jumlah umbi per rumpun
|
:
|
5 –15 umbi
|
Berat umbi per rumpun
|
:
|
30 – 80 gram
|
Jumlah anakan
|
:
|
6 – 12
|
Daya simpan umbi pada suhu ruang (25-27oC)
|
:
|
3 –7 bulan setelah panen
|
Susut bobot umbi (basah-kering simpan)
|
:
|
22 – 25 %
|
Hasil umbi per hektar
|
:
|
12 – 16 ton
|
Populasi per hektar
|
:
|
200.000 tanaman
|
Kebutuhan benih per hektar
|
:
|
1000 kg
|
Penciri utama
|
:
|
Warna daun hijau muda (Light Green 41 RHS 141 D),
bentuk umbi bulat dengan diameter terluas mendekati ujung akar, warna umbi
merah muda (Pink RHS 64 D)
|
Keunggulan varietas
|
:
|
Beradaptasi dengan baik pada musim kemarau dan tahan
terhadap musim hujan. Memiliki aroma yang sangat tajam, cocok untuk bahan
baku bawang goreng
|
Wilayah adaptasi
|
:
|
Sesuai di dataran rendah maupun dataran tinggi
|
Pengusul
|
:
|
Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk
|
Peneliti
|
:
|
Awang Maharijaya (Institut Pertanian Bogor), M.
Choirul Rosyidin (UPT-PSBTPH Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur), Suryo
(UPT-PSBTPH Propinsi Jawa Timur Wilayah III), Helmi (Dinas Pertanian
Kabupaten Nganjuk), Agus Sulistyono (Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk), Akat
(Penangkar Benih)
|
BAB 3
PENUTUP
3.1kesimpulan
Nganjuk sentra
penghasil bawang merah di
Jawa Timur pasar Sukomoro dapat dipilih sebagai surga bawang merah.
Pasar yang terletak di Jalan Surabaya-Madiun, Kecamatan Sukomoro ini dikenal
sebagai pasar yang mengkhususkan diri pada transaksi jual-beli bawang merah.
Di setiap sudut pasar ini hanya akan ditemui penjual dan pembeli bawang merah.
areal penanaman seluas 11.300 ha, terluas kedua setelah Brebes Bawang
Merah TAJUK memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa apabila ditanam di luar
wilayah Kabupaten Nganjuk, sehingga tujuan untuk memaksimalkan hasil produksi
bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment