PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“Keragaman
Dan Kesetaraan Sebagai Warga Negara Indonesia”
Dosen:
Wajihuddin, SPd, M.Hum
Oleh :
Silvanus Eko Prasetyo A31150454
Darminto A31150790
Citra Helda Anggia A31151077
Siska Wati Ningsih A31151147
Fahmi Arifin A31151620
Istizah Dwi Octaviani A31151885
PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita
panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Manusia,
keragaman dan kesetaraan”. Makalah ini disusun agar para pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Pendidikan Kewarganegaraan, tentang makalah ini kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang
sangat membantu penyusunan makalah ini yaitu Bapak Wajihuddin, yang telah
membimbing dalam penyusunan agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami
menyusun makalah ini, tidak lupa juga rasa terima kasih kepada rekan rekan
Prodi Produksi Tanaman Hortikultura khususnya kepada rekan rekan kelompok 3.
Semoga makalah ini dapat memberikan
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penulis berharap agar pembaca dapat memberikan
saran dan kritiknya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.
Jember, 18 Desember
2016
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai khalifah dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka
bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara
biologis umumnya manusia dibedakan secara fisik sedangkan secara rohani manusia
dibedakan berdasarkan kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan
manusia sendiri sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada
manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan
manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam,
dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan
selaras dan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna
penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Keragaman
atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di
masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang
sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima
sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain
dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang
besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat
sendiri jika tidak dikelola dengan baik. Setiap manusia dilahirkan setara,
meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal
yang interen yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki
hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang
disebut dengan hak asasi manusia.
Kesetaraan
dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya
prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu
melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan
hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal
rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan. Di
Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan
keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta
benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah.
Kesetaraan sosial adalah tata politik sosial di mana
semua orang yang berada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu memiliki
status yang sama. Setidaknya, kesetaraan sosial mencakup hak yang sama di bawah
hukum, merasakan keamanan, memperolehkan hak suara, mempunyai kebebasan untuk
berbicara dan berkumpul, dan sejauh mana hak tersebut tidak merupakan hak-hak
yang bersifat atau bersangkutan secara personal. hak-hak ini dapat pula
termasuk adanya akses untuk mendapatkan pendidikan, perawatan kesehatan dan
pengamanan sosial lainnya yang sama dalam kewajiban yang melibatkan seluruh lapisan
masyarakat.
1.2 Tujuan
- Untuk
mengetahui kesetaraan dan keragaman
- Untuk
mengetahui kesetaraan dan keragaman di Indonesia
- Untuk
mengetahui cara menyatukan kesetaraan dan keragaman di Indonesia
1.3 Rumusan Masalah
- Bagaimana kaitan kesetaraan dan
keragaman
- Bagaimana kesetaraan dan keragaman
yang sedang terjadi di Indonesia
- Bagaimana cara menyatukan
kesetaraan dengan keragaman bagi warga negara Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kaitan Kesetaraan Dan Keragaman
2.1.1 Pengertian Manusia
Menurut
Omar Mohammad Al – Toumi Al – Syaibany, pengertian manusia adalah makhluk
yang mulia. Manusia merupakan makhluk yang mampu
berpikir, dan menusia merupakan makhluk 3 dimensi (yang terdiri dari badan,
ruh, dan kemampuan berpikir / akal). Manusia di dalam proses tumbuh kembangnya
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan.
2.1.2 Makna
Keragaman
Keragaman
berasal dari kata ragam. Keragaman menunjukkan adanya banyak macam, banyak
jenis. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan.
Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu
memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari
sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.
Selain makhluk
individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan
hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai
persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam
ras, suku, agama, budaya,ekonomi,status sosial, jenis kelamin, jenis tempat
tinggal. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk
keragaman dalam masyarakat. Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi
dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Keragaman yang
terdapat dalam lingkungan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk
berarti banyak ragam, beraneka, berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk
(plural society) pertama kali dikenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang
mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara
berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan
sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik. Konsep ini merujuk pada
masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam
pengelompokkan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan
agama.
Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.
Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.
Secara
Horizontal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan:
Etnik dan rasa tau asal usul keturunan.
Etnik dan rasa tau asal usul keturunan.
- Bahasa
daerah
- Adat
istiadat atau perilaku
- Agama
- Pakaian,
makanan, dan budaya material lainnya.
Secara Vertikal, masyarakat majemuk
dikelompokkan berdasarkan:
1.
Penghasilan atau
ekonomi
2.
Pendidikan
3.
Pemukiman
4.
Pekerjaan
5. Kedudukan
sosial politik.
Keragaman atau
kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur-unsur seperti ras, etnik, agama,
pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan sebagainya.
1.
Ras
Kata ras berasal
dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama kali istilah ras
diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan
tentang pembedaan manusia berdasarkan ketegori atau karakteristik warna kulit
dan bentuk wajah. Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia
dikelompokkan dalam berbagai ras.
Manusia dibedakan menurut bentuk wajah,rambut,tinggi badan, dan karakteristik
fisik lainnya. Jadi, ras adalah perbedaan manusia menurut atau berdasarkan
cirri fisik biologis.
Di dunia ini
dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras
atas tiga kelompok, yaitu Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid. Sedangkan
Koentjaraningrat (1990) membagi ras dunia ini dalam 10 kelompok, yaitu
Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid, Polynesia, Melanisia, Micronesia,
Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang tersebar di wilayah Indonesia
termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang Indonesia bagian barat termasuk
dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan orang-orang yang tinggal di Papua
termasuk ras Melanesia.
2. Etnik atau Suku Bangsa
2. Etnik atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat
(1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok social atau kesatuan hidup
manusia yang memiliki sistem interaksi, yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas
yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
F. Baart (1988)
menyatakan etnik adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar secara
biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan
sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi
dan interaksi sendiri, dan menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima
kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Identitas
kesukubangsaan antara lain dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa bawaan
(etctraits). Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahiran) atau hubungan darah, kesamaan bahasa, kesamaan adat
istiadat,kesamaan kepercayaan (religi), kesamaan mitologi, kesamaan
totemisme.
Jumlah etnik
atau suku bangsa di Indonesia ada 400 buah. Klasifikasi dari suku bangsa di
Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven
mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat (Koentjaraningrat, 1990). Jadi berdasarkan
klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen.
2.1.2 Pengertian
kesataraan
Kesetaraan
manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkatan atau
kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama bersumber dari
pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan
kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding
makhluk lain. Dihadapan Tuhan semua manusia memiliki derajat, kedudukan atau
tingkatan yang sama , yang membedakannya adalah ketaqwaan manusia tersebut
terhadap Tuhan.
Kesederajatan
merupakan suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada, manusia
tetap memiliki suatu kedudukan yang sama dalam satu tingkatan hierarki.
Kesederajatann adalah persamaan harkat, nilai, harga dan taraf yang membedakan
makhluk yang satu dengan yang lainnya. Kesederajatan dalam masyarakat adalah
suatu keadaan yang menunjukkan adanya pemeliharaan kerukunan dan kedamaian yang
saling menjaga harkat dan martabat masyarakatnya.
Di Indonesia
unsur keragamannya dapat dilihat dari suku bangsa, ras, agama dan keyakinan,
ideologi dan politik, tata krama serta kesenjangan ekonomi dan kesenjangan
sosial. Semua unsur tersebut merupakan hal yang harus dipelajari agar keragaman
yang ada tidak membawa dampak yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat di
Indonesia.
Dampak buruk
dari tidak adanya sikap terbuka, logis dan dewasa atas keragaman masyarakat,
antara lain munculnya disharmonisasi (tidak adanya penyesuaian atas keragaman
antara manusia dengan lingkungnnya), perilaku diskriminatif terhadap kelompok
masyarakat tertentu, eksklusivisme/rasialis (menganggap derajat kelompoknya
lebih tinggi daripada kelompok lain) dan disintegrasi bangsa.
Diskriminasi
adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku,etnis, kelompok, golongan,status,
kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi
seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara dan kebangsaan
seseorang.
Selain
diskriminasi juga terdapat problematika lain yang harus diwaspadai yaitu adanya
disintegrasi bangsa. Ada enam faktor yang menjadi penyebab utama proses
tersebut yaitu kegagalan kepemimpinan, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung
lama, krisis politik, krisis sosial, demoralisasi tentara dan polisi serta
intervensi asing. Untuk
menghindari dampak buruk diatas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu
dengan meningkatkan Semangat religius, semangat masionalisme, semangat
pluralisme, semangat humanisme, dialog antar umat beragama, serta membangun
suatu pola komunikasi untuk interaksi ataupun konfigurasi hubungan antaraagama,
media massa dan harmonisasi dunia.
Sementara salah
satu hal yang dapat dijadikan solusi dari masalah-masalah diatas adalah Bhineka
Tunggal Ika, ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang majemuk
(heterogen). Masyarakat Indonesia
terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dengan beraneka
ragam latar
belakang kebudayaan, agama, sejarah
dan tujuan yang sama yang disebut kebudayaan nasional.
2.1.3 Prinsip-prinsip
kesetaraan
Sejak zaman
dahulu hingga sekarang, hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia itu
adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan
dalam hak asasi manusia. Demikian pula dalam kehidupan masyarakat yang majemuk seperti
Indonesia, prinsip kesetaraan sangat perlu diterapkan.
Namun apakah
semua harus diperlakukan sama untuk menciptakan suatu keadilan, tanpa memandang
tingkat pendidikan, kedudukan atau jabatan, status dan peran sosial? Memang tak
dapat dipungkiri bahwa tingkat pendidikan, kedudukan dan jabatan, status dan
peran sosial telah membuat seolah-olah setiap orang tersebut mempunyai hak
istimewa dan mendapat perlakuan yang lebih pula. Namun, mereka punya kewajiban
yang sama seperti halnya orang-orang disekitarnya. Dalam hal kewajiban sebagai
warga negara tak ada yang diperlakukan berbeda, semuanya setara. Demikian pula
halnya dengan hak, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
pendidikan yang tinggi, memperoleh kedudukan atau jabatan dan memiliki status
dan peran sosial yang sama dalam masyarakatnya. Kesetaraan memungkinkan setiap
orang untuk mendapatkan kesempatan dan memperoleh pendidikan yang layak,
pekerjaan dan menempati jabatan atau keudukan dalam masyarakatnya. Tak ada
seorangpun yang berhak untuk menghalangi orang lain untuk mencapai itu semua.
Bahkan negara diperbolehkan ubtuk menerapkan suatu tindakan afirmatif. Tindakan afirmatif
adalah tindakan atau kebijakan yang diambil untuk tujuan agar kelompok atau
golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara
dengan kelompok atau golongan lain dalam bidang yang sama.
Prinsip-prinsip
kesetaraan telah menjadi amanat dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia yaitu dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal-pasal dalam UUD 1945 tersebut sudah menyebutkan prinsip-peinsip
kesetaraan tersebut, baik secara implisit maupun eksplisit. Adanya pengaturan
persamaan hak dan kewajiban dalam pasal-pasal UUD 1945 tersebut telah
menunjukkan bahwa kesetaraan dalam kehidupan negara dan berbangsa kita sudah
diakui dan dijamin oleh negara. Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 secara eksplisit
menegaskan pengakuanakan prinsip kesetaraan, “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
2.1.4 Penerapan
prinsip-prinsip kesetaraan
Prinsip-prinsip
kesataraan perlu diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan dan bernegara,
seperti dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Kemajemukan dalam
masyarakat sangat rentan terhadap perpecahan jika prinsip kesetaraan tak
diterapkan dalam masyarakat tersebut. perlakuan diskriminatif terhadap kelompok
tertentu merupakan salah satu bentuk tak diterakapkannya prinsip kesetaraan
dalam suatu masyarakat. Begitu pula halnya bila suatu daerah mengalami perang
antarsuku atau antaretnis yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa prinsip
kesetaraan tak dilaksanakan dengan baik dan konsekuen. Terjadinya aksi protes
atas penguasa atu protes tehadap suatu kebijakan menunjukkan kalau penguasa
atau kebijakan yang dikeluarkan tersebut kurang atau tidak mengakomodasi
prinsip kesetaraan sehingga tak dianggap adil oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Penerapan
prinsip-prinsip keseteraan dalam masyarakat yang beragam mutlak diperlukan.
Penerapan prinsip-prinsip keseteraan tersebut berguna untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia.
Terjadinya konflik Timur Tengah seperti dinegara Syria lebih disebabkan karena
diterapkannya prinsip kesetaraan dalam masyarakat tersebut. kebijakan
pemerintah dinegeri ini itu terlalu otoriter sehingga mengabaikan prinsip
kesetaraan. Akibatnya, rakyat merasakan ketidakadilan.
Perbedaan dan
keragaman sosial dalam kehidupan masyarakat bukanlah penghalang untuk
menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat tersebut. Penerapan
prinsip-prinsip keseteraan merupakan salah satu jalan untuk menciptakan
keharmonisan. Hal ini disebabkan karena dalam prinsip setiap orang mendapat
perlakuan dan diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Prinsip kesetaraan sangat
tak menginginkan adanya perlakuan yang diskriminatif. Perlakuan diskriminatif
hanya akan menciptakan perpecahan bukan keharmonisan dalam kehidupan sosial.
Indonesia
merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa pulau dengan karateristik yang
berbeda-beda di setiap daerahnya. Perbedaan tersebut dapat meliputi perbedaan
ras, agama, mata pencaharian, suku, adat istiadat, norma, dan lain sebagainya.
Keberagaman yang ada di Indonesia menjadikan setiap individu yang berasal dari
setiap daerah memiliki tingkah laku dan aktivitas yang berbeda-beda.
2.1.5 Keberagaman
Manusia
Keberagaman
manusia yaitu manusia yang memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut ditinjau dari
sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.
Selain individu, terdapat juga keragaman sosial. Jika keragaman individu
terletak pada perbedaan secara individu atau perorangan, sedangkan keragaman
sosial terletak pada keragaman dari masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
2.2 Kesetaraan Dan Keragaman Yang
Terjadi Di Indonesia
Kesetaraan
menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi
atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Kesetaraan manusia bermakna
bahwa manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki tingkat atau
kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan tersebut bersumber dari adanya
pandangan bahwa semua manusia diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu
sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Kesetaraan Sosial adalah tata
politik sosial di mana semua orang yang berada dalam suatu masyarakat atau
kelompok tertentu memiliki status yang sama. Kesetaraan mencangkup hak yang
sama di bawah hukum, merasakan keamanan, memperoleh hak suara, memiliki
kebebasan dalam berbicara, dan hak lainnya yang sifatnya personal.
2.2.1 Faktor
Penyebab Keberagaman Sosial
Indonesia
memiliki perbedaan suku bangsa, etnis, agama, bahasa, kesenian, dan kedaerahan
yang dianggap sebagai karakteristik dalam kehidupan sosial. Meskipun masyarakat
Indonesia bersifat majemuk, namun manusia pada hakekatnya adalah sama dan
sederajat. Keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari
faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebab keberagaman sosial, yaitu: faktor
sejarah dan faktor geografis
2.2.2 Keberagaman
dalam dinamika Sosial
Struktur
masyarakat Indonesia yang beragam ditandai oleh ciri-ciri yang unik. Secara
horizontal, mereka ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan
perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, perbedaan adat, serta
perbedaan kedaerahan. Sedangkan secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia
ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah
yang cukup tajam. Berikut akan diuraikan tentang keberagaman yang ada di
Indonesia yang meliputi ras, etnik (suku bangsa), agama, mata pencaharian,
jenis kelamin, dan norma sosial.
2.2.3 Keberagaman
dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial
Setiap manusia
dilahirkan sama atau setara antara satu dengan lainnya, meskipun dalam
masyarakat, terdapat keragaman identitas. Kesetaraan dan keberagaman yang ada
di masyarakat menunjukkan tingkatan yang sama, kedudukan yang sama meskipun
dalam masyarakat yang majemuk. Adanya kesetaraan dan keberagaman sosial di
masyarakat dapat memberikan kekayaan sosial.
2.2.4 Keberagaman
sebagai Kekayaan Sosial
Keragaman yang terdapat dalam
kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Seperti di Indonesia,
adanya masyarakat majemuk dapat dikarenakan kemajemukan etnik atau suku bangsa.
Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki ragam budaya,
tradisi, kepercayaan, dan pranata. Etnik atau suku bangsa menjadi identitas
sosial budaya seseorang. Artinya, identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa,
tradisi, budaya, dan kepercayaan yang bersumber dari etnik dimana ia berasal.
2.2.5 Kesetaraan
sebagai Kekayaan Sosial
Hubungan
antarmanusia dan lingkungan masyarakat pada umumnya memiliki sifat
timbal-balik. Artinya, individu yang menjadi anggota masyarakat memiliki hak
dan kewajiban. Beberapa hak dan kewajiban telah ditetapkan dalam undang-undang
(konstitusi) dan telah menjadi hak dan kewajiban asasi, seperti yang tercantum
dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Pada pasal tersebut jelas mengakui adanya
kesetaraan dan kesederajatan yang diakui oleh Negara melalui UUD 1945.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan
adanya pranata-pranata sosial.
2.3 Cara Menyatukan Kesetaraan Dengan
Keragaman Bagi Warga Negara Indonesia
Pengertian warga
negara menunjukkan keanggotaan seseorang dari institusi
politik yang namanya negara. Ia sebagai subjek sekaligus objek dalam kehidupan
negaranya. Oleh karena itu seorang warga negara
senantiasa akan berinteraksi dengan negara, dan
bertanggungjawab atas keberlangsungan kehidupan negaranya.
Sedangkan siapa yang termasuk warga negara, masing-masing
negara memiliki kewengan sendiri untuk menentukannya sebagaimana yang
ditetapkan dalam konstitusinya. Tentang siapa yang menjadi Warga Negara
Indonesia (WNI) menurut UUD 1945 baik sebelum amandemen maupun sesudah
amandemen tidak mengalami perubahan. Menurut pasal 26 ayat (1) UUD 1945, “Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.
Mengenai pengertian orang-orang bangsa
Indonesia asli ada beberapa penafsiran. Misalnya ada penafsiran yang menyatakan
bahwa orang Indonesia asli adalah golongan-golongan orang-orang
yang mendiami bumi Nusantara secara turun temurun sejak zaman tandum. Zaman
tandum yaitu zaman dimana tanah dijadikan sebagai: sumber
hidup, manunggal dengan dirinya sendiri, dipercaya dijaga danyang-danyang
desa, mempunyai sifat-sifat magis-relegius, diamanatkan oleh nenek
moyangnya untuk dijaga dan dipelihara, tempat menyimpan jazadnya setelah
berpindah ke alam baka (B.P. Paulus, 1983).
Perkataan “asli” di atas, mengandung
syarat biologis, bahwa asal-usul atau turunan menentukan kedudukan sosial
seseorang itu “asli” atau “tidak asli”. Keaslian ditentukan oleh turunan atau
adanya hubungan darah antara yang melahirkan dan yang dilahirkan. Dengan
demikian penentuan keaslian bisa didasarkan atas tiga alternatif, yaitu :
- Turunan atau pertalian darah
(geneologis)
- Ikatan pada tanah atau
wilayahnya (territorial)
- Turunan atau pertalian darah
dan ikatan pada tanah atau wilayah (geneologis-territorial)
Apabila diringkaskan, mereka yang
termasuk golongan Bumiputra adalah mereka yang berasal dari keturunan
suku-suku yang terikat karena ikatan tanah dan wilayah secara tradisional dan
secara tradisional tinggal atau berasal dari wilayah-wilayah masyarakat hukum
adat dalam daerah hukum negara Republik Indonesia.
Dengan dasar territorial, maka
dimungkinkan terjadinya asimilasi alamiah dan total di wilayah-wilayah
tersebut, sehingga dimungkinkan pula warga negara peranakan terlebur ke dalam
salah satu suku bangsa Indonesia. Sebaliknya mereka yang tetap berpegang pada
kultur leluhur asingnya menjadi tidak terlebur. Mereka ini disebut “orang-orang
bangsa lain yang disyahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”
dalam pasal 26 ayat (1) UUD 1945 atau yang oleh masyarakat dinamakan
“non- Pribumi”.
Penyebutan “Pribumi” dan “Non-Pribumi”,
karena dinilai berbau diskriminatif yang bertentangan dengan pasal 27 UUD
1945, telah dihentikan penggunaanya. Penghentian itu melalui Inpres No.
26 Tahun 1988 tentang penghentikan istilah pribumi dan nonpribumi dalam semua
perumusan dan penyelenggaraan kebijakan perencanaan program, ataupun
pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian perlu
dihindari penggunaan istilah WNI Pribumi dan WNI Nonpribumi/Keturunan,
sekarang hanya dikenal istilah WNI saja bagi sebutan setiap orang yang menjadi
warga negara Indonesia.
Sekarang istilah bangsa Indonesia Asli
didefinisikan tidak lagi bersifat diskriminatif, yaitu berdasarkan etnis tetapi
didasarkan pada hukum. Menurut UU No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 2, ditentukan bahwa yang dimaksud
dengan bangsa Indonesia asli adalah “orang Indnesia yang menjadi Warga Negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain
atas kehendak sendiri”. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 2 ini yaitu:
Semua anak WNI keturunan, baik dari
etnis Tionghoa, Arab, India dan bangsa lain yang lahir di Indonesia otomatis
merupakan “bangsa Indonesia asli”.
SKBRI (Surat Keterangan Bukti Kewarganegaraan Republik )
tidak berlaku lagi, bagi warga negara keturunan.
Siapa Warga Negara Indonesia? Menurut UU No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia orang yang termasuk WNI (Warga Negara
Indonesia) adalah sebagai berikut: setiap orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik
Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi
Warga Negara Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia, anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing, anak yang
lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu
Warga Negara Indonesia.
Anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau hukum negara asala ayahnya tidak memberikan kewargaanegaraan
kepada anak tersebut, anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus)
hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga
negara Indonesia, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu
Warga Negara Indonesia, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara
Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum kawin, anak yang lahir di
wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan
ayah dan ibunya, anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui, anak yang lahir di wilayah
negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik
Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena
ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan
kepada anak yang bersangkutan.
anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Anak Warga Negara Indonesia yang lahir
di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui
sebagai Warga Negara Indonesia. Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia
5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing
berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Dari ketentuan tentang siapa WNI
tersebut di atas, maka dapat dinyatakan UU No. 12 tahun 2006 menganut
asas anak berkewarganegaraan ganda terbatas. Karena setelah berusia 18
(delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih
salah satu kewarganegaraannya. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat
secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen
sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Pernyataan untuk
memilih kewarganegaraan disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun
setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Indonesia yang
terdiri dari beberapa daerah dapat memberikan keberagaman, baik dalam kehidupan
sosial maupun budaya. Adanya keberagaman ini juga dapat memicu munculnya
konflik. Oleh karena itu, kita harus selalu menghormati dan menghargai
perbedaan yang ada dalam masyarakat agar dapat mencegah munculnya konflik.
2.3.1 Masalah
Keberagaman di Masyarakat
Keberagaman
bangsa Indonesia yang terdiri dari adanya perbedaan suku bangsa, bahasa, status
sosial; mata pencaharian dapat berpontensi negatif terhadap munculnya masalah.
Keberagaman yang ada di masyarakat dapat berpotensi menimbulkan, seperti:
- Segmentasi
kelompok.
- Munculnya
konflik.
- Adaptasi yang dipaksakan.
2.3.2 Solusi
Untuk Mengatasi Masalah Keberagaman Di Masyarakat
Upaya untuk
menghindari adanya perpecahan di masyarakat yang diakibatkan adanya keberagaman
yaitu melalui pembangunan yang merata di semua lapisan masyarakat. Pembangunan
tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah semata, namun juga dibutuhkan adanya
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya. Pembangunan harus
diperuntukan bagi semua lapisan masyarakat, sehingga dapat mencapai
kesejahteraan bersama.
2.3.3 Mengembangkan
Sikap Harmonis terhadap Keberagaman Sosial di Masyarakat
Perbedaan memang
wajar dalam kehidupan sosial di masyarakat. Perbedaan tersebut menjadikan
karakteristik masyarakat menjadi beragam. Manusia dengan segala perbedaan
tersebut berfikir bahwa harus membentengi dan menghindarinya. Adanya pebedaan
tersebut harus kita sikapi dengan baik dan sudah seharusnya menjadikan hal
tersebut menjadi perubahan yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, kamu
wajib menjaga keharmonisan dalam lingkungan masyarakat. Beberapa sikap yang
dapat dilakukan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat, antara lain: adanya kesadaran
mengenai perbedaan sikap, watak, dan sifat, menghargai
berbagai macam karakteristik masyarakat,
bersikap ramah dengan orang lain, belalu berfikir positif.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Kesetaraan
menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih
tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Kesetaraan manusia
bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
memiliki tingkat atau kedudukan yang sama.namun mempunyai kebutuhandan kinginan yang beragam
- Indonesia
yang terdiri dari beberapa daerah dapat memberikan keberagaman, baik dalam
kehidupan sosial maupun budaya. Adanya keberagaman ini juga dapat memicu
munculnya konflik. Oleh karena itu, kita harus selalu menghormati dan
menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat agar dapat mencegah
munculnya konflik.
- Upaya
untuk menghindari adanya perpecahan di masyarakat yang diakibatkan adanya
keberagaman yaitu melalui pembangunan yang merata di semua lapisan
masyarakat. Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah semata,
namun juga dibutuhkan adanya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
antara keduanya.
No comments:
Post a Comment