I. SYARAT TUMBUH
A. Iklim
Tanaman bawang merah lebih senang
tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah
hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini
membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran),
suhu udara 25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben 1995,
Nazarudin 1999).
Tanaman
bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-rata 22°C,
tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang
merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan
penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang merah
tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh
di dataran rendah dengan iklim yang cerah (Rismunandar 1986).
Di
Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m
di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut (Sutarya dan
Grubben 1995). Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran
tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil
umbinya lebih rendah.
Tanaman
bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat,
drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah
tidak masam (pH tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman
bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus
atau Latosol (Sutarya dan Grubben 1995). Tanah yang cukup lembab dan air tidak
menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Rismunandar 1986).
II. TEKNIK PENANAMAN
1.3. Pemilihan Varietas
Perbedaan produktivitas dari
setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga
banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah. Iklim, pemupukan, pengairan
dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi
bawang merah.
Kualitas
umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan,
rasa, aroma, dan bentuk. Bawang merah yangwarnanya merah, umbinya padat,
rasanya pedas, aromanya wangi jika digoreng dan bentuknya lonjong lebih menarik
dan disukai oleh konsumen.
1.4. Umbi Bibit
Pada umumnya bawang merah
diperbanyak dengan menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas umbi bibit
merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil produksi
bawang merah. Umbi yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman yang sudah
cukup tua umurnya, yaitu sekitar 70-80 hari setelah tanam. Umbi untuk bibit
sebaiknya berukuran sedang (5-10 g). Penampilan umbi bibit harus segar dan
sehat, bernas (padat, tidak keriput), dan warnanya cerah (tidak kusam). Umbi
bibit sudah siap ditanam apabila telah disimpan selama 2 – 4 bulan sejak panen,
dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi. Cara penyimpanan umbi bibit yang baik
adalah menyimpannya dalam bentuk ikatan di atas para-para dapur atau disimpan
di gudang khusus dengan pengasapan (Sutarya dan Grubben 1995, Nazaruddin 1999).
Faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran
umbi. Berdasarkan ukuran umbi, umbi bibit digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu
:
- umbi bibit besar (Ø = > 1,8
cm atau > 10 g)
-
umbi bibit sedang (Ø = 1,5 – 1,8 cm atau 5 – 10 g)
- umbi bibit kecil (Ø = < 1,5
cm atau < 5 g)
Secara umum kualitas umbi yang
baik untuk bibit adalah umbi yang berukuran sedang (Stallen dan Hilman 1991).
Umbi bibit berukuran sedang merupakan umbi ganda, rata-rata terdiri dari 2
siung umbi, sedangkan umbi bibit berukuran besar rata-rata terdiri dari 3 siung
umbi (Rismunandar 1986).
Umbi bibit yang besar dapat
menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya di lapangan. Umbi bibit berukuran besar (Ø > 1,8 cm) akan tumbuh
lebih vigor, menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar,
sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi
(Stallen dan Hilman 1991, Hidayat et. al. 2003). Namun jika dihitung
berdasarkan beratnya bibit, harga umbi bibit berukuran besar mahal, sehingga
umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran sedang. Umbi bibit berukuran
kecil (Ø = < 1,5 cm) akan lemah pertumbuhannya dan hasilnya pun rendah
(Rismunandar 1986). Sebelum ditanam, kulit luar umbi bibit yang mengering
dibersihkan. Untuk umbi bibit yang umur simpannya kurang dari 2 bulan biasanya
dilakukan pemotongan ujung umbi sepanjang kurang lebih ¼ bagian dari seluruh
umbi. Tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan tunas dan merangsang tumbuhnya
umbi samping (Rismunandar 1986, Hidayat 2004). Sebagai contoh, dari petakan
seluas 1 m2
dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm dapat ditanam 40 tanaman, maka
untuk lahan 1 ha dengan efisiensi lahan 65% diperlukan umbi bibit 6500 x 40
umbi = 260.000 umbi, seberat 260.000 x 5 g = 1300 kg bersih. Maka untuk 1 ha
tanaman, perlu diadakan penyediaan umbi bibit kotor tidak kurang dari 1500 kg.
1.5. Kerapatan Tanaman
Selain
ukuran umbi bibit, kerapatan tanaman atau jarak tanam juga berpengaruh terhadap
hasil umbi bawang merah. Tujuan pengaturan jarak tanam pada dasarnya adalah
memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami
persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari, serta
memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat dapat
merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil (Marid dan Vega
1971). Secara umum hasil tanaman per satuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan
tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing-masing umbi secara individu menurun
karena terjadinya persaingan antar tanaman (Stallen dan Hilman 1991)
1.6. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah pada dasarnya
dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya
bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah,
memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan
mengendalikan gulma. Pada lahan kering, tanah dibajak atau dicangkul sedalam 20
cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi 25 cm,
sedangkan panjangnya tergantung pada kondisi lahan. Pada lahan bekas padi sawah
atau bekas tebu, bedengan-bedengan dibuat terlebih dahulu dengan ukuran lebar
1,75 cm, kedalaman parit 50 – 60 cm dengan lebar parit 40 – 50 cm dan
panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Kondisi bedengan mengikuti arah
Timur Barat. Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diolah
lagi 2 – 3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan
dengan rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan
tanah (ungkap 1, ungkap 2, cocrok) sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk
ditanami sekitar 3 – 4 minggu. Pada saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan
yang masam dengan pH kurang dari 5,6, disarankan pemberian kaptan/dolomit
minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 – 1,5 t/ha/tahun, yang dianggap
cukup untuk dua musim tanam berikutnya. Pemberian dolomit ini penting dilakukan
untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg),
terutama pada lahan masam atau lahan-lahan yang diusahakan secara intensif
untuk tanaman sayuran pada umumnya.
1.7.Penanaman dan Pemupukan
Setelah lahan selesai diolah,
kegiatan selanjutnya adalah pemberian pupuk dasar. Pupuk dasar yang digunakan
adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk kandang sapi dengan dosis
10 – 20 t/ha atau pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6 t/ha, atau kompos dengan
dosis 4-5 t/ha khususnya pada lahan kering. Selain itu pupuk P (SP-36) dengan
dosis 200-250 kg/ha (70 – 90 kg P2O5/ha), yang diaplikasikan 2-3 hari sebelum
tanaman dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah. Umbi bibit
ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm atau 15 cm x 15 cm. Dengan alat
penugal, lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Umbi bawang
merah dimasukkan ke dalam lubang tanaman dengan gerakan seperti memutar
sekerup, sehingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan tanah. Tidak
dianjurkan untuk menanam terlalu dalam, karena umbi mudah mengalami pembusukan.
Setelah tanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang halus.
Pemupukan susulan I berupa pupuk
N dan K dilakukan pada umur 10 – 15 hari setelah tanam dan susulan ke II pada
umur 1 bulan sesudah tanam, masing-masing ½ dosis. Macam dan jumlah pupuk N dan
K yang diberikan adalah sebagai berikut : N sebanyak 150-200 kg/ha dan K
sebanyak 50-100 kg K2O/ha atau 100-200 kg KCl/ha. Komposisi pupuk N yang paling
baik untuk menghasilkan umbi bawang merah konsumsi adalah 1/3 N (Urea) + 2/3 N
(ZA) .
Pupuk K sebanyak 50-100 kg K2O/ha
diaplikasikan bersama-sama pupuk N dalam larikan dan dibenamkan ke dalam tanah.
Sumber pupuk K yang paling baik adalah KCl atau K2MgSO4 (Kamas). Untuk mencegah
kemungkinan kekurangan unsur mikro dapat digunakan pupuk pelengkap cair yang
mengandung unsur mikro.
1.8. Pengairan
Meskipun
tidak menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang
cukup selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah
dalam keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya
satu kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang
panen. Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya hanya ditujukan untuk
membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada
daun bawang merah. Pada bawang merah periode kritis karena kekurangan air
terjadi saat pembentukan umbi (Splittosser 1979)
Pemeliharaan
tanaman bawang merah lainnya yaitu pengendalian gulma. Pertumbuhan gulma pada
pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh
karena itu penyiangan merupakan keharusan dan sangat efektif untuk luasan yang
terbatas.
1.9. Pengendalian Hama dan
Penyakit
Hama penyakit yang menyerang tanaman
bawang merah antara lain adalah ulat grayak Spodoptera, Trips, Bercak ungu
Alternaria (Trotol); otomatis (Colletotrichum), busuk umbi Fusarium dan
busuk putih Sclerotum, busuk daun Stemphylium dan virus.
Pengendalian hama dan penyakit
merupakan kegiatan rutin atau tindakan preventif yang dilakukan petani bawang
merah. Umumnya kegiatan ini dilakukan pada minggu kedua setelah tanam dan
terakhir pada minggu kedelapan dengan dengan interval 2-3 hari.
Pengendalian
hama dan penyakit yang tidak tepat (pencampuran 2-3 jenis pestisida, dosis yang
tidak tepat, spuyer (nozzle) yang tidak standar) dapat menimbulkan masalah yang
serius (kesehatan, pemborosan, resistensi hama dan penyakit, residu pestisida,
pencemaran lingkungan dsb). Salah satu cara yang dianjurkan untuk mengurangi
jumlah pemakaian pestisida adalah dengan tidak mencampurkan beberapa jenis
pestisida, memakai konsentrasi pestisida yang dianjurkan, memakai spuyer
(nozzle) standar dengan tekanan pompa yang cukup.
3.9. Pemanenan
Bawang
merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada umur 60 – 70 hari.
Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang
lunak, tanaman rebah, dan daun menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada
keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit
busuk umbi di gudang. Bawang merah yang telah dipanen kemudian diikat pada
batangnya untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur sampai cukup
kering (1-2 minggu) dengan dibawah sinar matahari langsung, kemudian biasanya
diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi. Pengeringan juga dapat
dilakukan dengan alat pengering khusus sampai mencapai kadar air kurang lebih
80%. Apabila tidak langsung dijual, umbi bawang merah disimpan dengan cara
menggantungkan ikatan-ikatan bawang merah di gudang khusus, pada suhu 25-30 ºC
dan kelembaban yang cukup rendah (± 60-80%) (Sutarya dan Grubben 1995).
No comments:
Post a Comment