PEMANFAATAN
AMPAS TAHU DAN TEKNIK PELUBANGAN PADA MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS
JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)
PROPOSAL TUGAS
AKHIR
oleh
Citra
Helda Anggia
NIM A31151077
PROGRAM
STUDI PRODUKSI TANAMAN HORTIKULTURA
JURUSAN
PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
2017
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamur tiram merupakan salah satu tanaman hortikultura yang digemari
masyarakat Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (2015) produksi jamur tiram
dalam lima tahun terkhir menunjukkan hasil yang fluktuatif. Pada tahun 2011
produksi jamur mencapai 45.854 ton, tahun 2012 mengalami penurunan hasil
menjadi 40.886 ton, tahun 2013 mengalami peningkatan 44.565 ton, tahun 2014 mengalami penurunan
37.410 ton, tahun 2015 menghasilkan hasil produksi 33.485. Melihat hasil
produksi dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 mengalami penurunan hasil
produksi mencapai 10,49% dengan keadaan
teknologi budidaya jamur dan
kurangnyapengetahuan prospek usaha budidaya jamur.
Dilaporkan oleh Direktorat Jendral Hortikultura (2014) kebutuhan
jamur adalah Nilai capaian produksi
jamur Tahun 2014 masih jauh dari target yang telah ditetapkan yaitu sebesar
20.837 ton (28,2%) dari target 73.800 ton. Belum tercapainya target produksi
yang telah ditetapkan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: alokasi
anggaran APBN Tahun 2014 baik untuk pembinaan dan pengembangan kawasan masih
terbatas, masih terbatasnya ketersediaan benih unggul jamur dan akses penelitian
dan pengembangan ke Badan Litbang, penerapan inovasi teknologi maju jamur belum
optimal, terbatasnya modal petani untuk peremajaan kubung ditambah dengan
meningkatnya harga bahan baku media tanam serta kurangnya promosi. Hal ini
menyebabkan produksi tidak sebanyak periode sebelumnya.
Data tersebut memperlihatkan bahwa produksi jamur terus mengalami hasil
yang fluktuatif. Produksi jamur tiram menurun dapat disebabkan oleh banyak
faktor seperti kurangnya penerapan teknik pelubangan pada media dan pemanfaatan limbah contoh ampas tahu.
Oleh karena itu harus diupayakan agar peningkatan hasil produksi jamur tiram
dapat tercapai sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Ampas tahu merupakan hasil sampingdari
proses pengolahan tahu. Bentuknya berupa padatan berasal dari sisa-sisa bubur
kedelai yang diperas, ampas tahu merupakan zat-zat antara lain karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin
(Lailatul, 2015), Adiyuwono (2000) menambahkan protein berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan miselia, sedangkan lemak digunakan sebagai sumber energi
untuk mengurai karbohidrat, protein dan vitamin. Ervina (2000) menjelaskan
ampas tahu dapat memberikan hasil panen lebih awal, jumlah badan buah dan berat
badan buah lebih berat, sehingga dapat menguntungkan.
Menurut Chang (1978), untuk mendapatkan kualitas yang baik, jamur harus
memenuhi kriteria antara lain berada dalam tahap pertumbuhan kancing atau tubuh
buah belum terbuka, diameter 2,5 – 3,5 cm, berwarna putih, berbentuk bulat atau
oval, dan masih dalam keadaan segar diperlukan teknik pelubangan untuk
mendapatkan kualitas yang baik, media tetap terjaga kelembapannya. Berdasarkan
latarbelakang tersebut diperlukan penelitian dengan menggunakan pemanfaatan
ampas tahu dan teknik pelubangan pada media agar pertumbuhan dan produksinya
optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah pemberian ampas tahu memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus) ?
2.
Apakah teknik pelubangan memberikan
pengaruh pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui pengaruh dosis ampas tahu
terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
2.
Mengetahui pengaruh teknik pelubangan
terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Bagi peneliti untuk mencari teori baru
dan memperkaya ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan limbah tahu dan teknik
pelubangan pada media terhadap perumbuhan dan produksi jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
2.
Dapat memberikan informasi kepada petani
tentang budidaya jamur yang benar
1.5 Hipotesis
H1 = Pemberian ampas tahu dan teknik
pelubangan pada media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jamur
tiram
Ho = Pemberian ampas tahu dan teknik
pelubangan pada media tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi
jamur tiram
BAB
2. TINJAUANPUSTAKA
2.1
Jamur
Tiram
Putih (Pleurotus ostreoutus)
Jamur
tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada
medium kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung
seperti cangkang tiram. Batang
atau tangkai jamur ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke
pinggir (Cahyana dkk., 1999).
Menurut
Cahyana dkk.,(1997) jamur tiram merupakan salah satu jenisjamur yang sekarang
banyak dibudidayakan. Jenis jamur tiram yang banyakdibudidayakan antara lain Pleurotus florida, Pleurotus sajor-caju, Pleurotusostreatus,
Pleurotus cysdiosus, Pleurotus flabellatus dan Pleurotus sapidus. Di
Indonesia Pleurotus ostreatus disebut sebagai jamur tiram putih, sedangkan di Jepang disebut jamur
mutiara atau hiratake.
Taksonomi
jamur tiram putih menurut
Soenanto(2000), sebagai berikut:
Kindom : Myceteae
Divisio : Amastigomycota
Sub-divisio :
Basidiomycotae
Kelas :
Basidiomycetes
Ordo :
Agaricales
Familia : Agaricaceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus
ostreatus
Menurut
Sumarsih (2010), jamur tiram (Pleurotus
spp) merupakan salah satu dari jamur edibel komersial, bernilai ekonomi
tinggi dan prospektif sebagai sumber pendapatan petani. Jamur tiram termasuk bahan makanan yang tinggi
protein, mengandung berbagai mineral anorganik, dan rendah lemak yaitu 1,6%
(Cahyana dkk, 1999). Kadar protein dalam jamur tiram lebih baik bila
dibandingkan dengan jenis jamur lain. Jamur tiram putih mengandung protein,
lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi dibandingkan jenis
jamur lain (Nunung, 2001).
Manfaat jamur tiram memiliki rasa yang enak dan jamur tirambergizi tinggi. Kandungan protein nabatiyang terkandung mencapai 10-30%, presentase kandungan protein nabati menunjukan bahwa kandungan protein jamur tiram lebih
tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan protein di dalam asparagus, kol, dan
kentang.Manfaat jamur tiram jika
dikonsumsi dalam bentuk kering, per 100 gram jamur tiram mengandung 35-58 mg
vitamin C dan 4,7-4,9 mg per vitamin B2. Jamur tiram
mengandung garam mineral yang presentasenya lebih tinggi dibandingkan dengan
daging domba. Kandungan mineral penting di dalam jamur tiram antara lain zat
besi (fe), fosfor (P), kalium (K), natrium (Na), dan kalsium (Ca). Jamur tiram juga memiliki manfaat dalam pengobatan yaitu menurunkan
kolesteol, meningkatkan sel darah merah (Eritrosit), mengobati kanker, tanbahan
gizi untuk ibu hamil. Jamur
tiram mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
jamur kayu lainnya.Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Jenis asam amino tersebut
adalah isoleusin, lysin, methionin, cystein, penylalanin, tyrosin, treonin,
tryptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asamaspartat, asam glutamat,
glysin, prolin dan serin (Redaksi Agromedia, 2009)
2.2 Syarat
Tumbuh
Jamur tiram
merupakan tumbuhan saprofit yang hidup dikayu - kayu lunak
dan memperoleh bahan makanan dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan organik. Syarat lingkungan yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan jamurtiram yaitu kandungan
air dalam substrak berkisar 60-65%, apabila kondisi kering maka pertumbuhan
akan terganggu atau berhenti begitupula sebaliknya apabila kadar air terlalu
tinggi maka miselium akan membusukdan mati. Kelembapan inkubasi atau saat jamur tiram membentuk
miselium harus dipertahankan
antara80-90%,
suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 22-28 º
C.Pertumbuhan jamur tiram sangat
peka terhadap sinar
matahari secara langsung, penyinaran matahari secara langsung akan
mengakibatkan kerusakan sehingga jamur tiram mati dan tidak memiliki nilai
ekonomis. Sinar matahari tidak
langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux) bermanfaat dalam perangsangan
awal terbentuknya tubuh buah, intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tubuh buah sekitar 200 lux. Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan
kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur tiram
itu sendiri, pHoptimum pada media tanam berkisar 6-7(Widyastuti dan Tjokrokusumo, 2008).
2.3 Ampas
Tahu
Ampas tahu
merupakan hasil samping dari hasil pengelolahan tahu. Bentuknya berupa padatan
berasal dari sisa – sisa bubur kedelai yang diperas. Pada umumnya berwarna
putih dan berbau khas. Pada suhu kamar akan cepat rusak jika dibiarkan begitu
saja di udara terbuka (anonymous, 1979).
Ampas tahu
terkandung zat – zat antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral dan
vitamin. Menurut Adiyuwono (2000) ampas tahu mengandung protein 26,6 % dan
mempunyai kandungan serat kasar 14%. Jika dalam keadaan basah, kandungan kadar
air sebesar 80%, kandungan protein berkisar 3-4 %. menambahkan protein
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan miselia, sedangkan lemak digunakan
sebagai sumber energi untuk mengurangi zat – zat diatas.
2.4
Teknik Pelubangan Pada Media
Penumbuhan tubuh jamur dilakukan saat 75%
permukaan media tumbuh telah tertutup oleh miselium jamur tiram, penumbuhan
dilakukan dengan cara merobek plastic baglog pada bagian lengkung yang berada
di dekat ujung baglog. Tipe sobekan bias berbentuk segi empat yang berukuran
1x1 cm atau berbentuk huruf L. (Aufa, 2015).
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan Kumbung Jamur
Politeknik Negeri Jember Kab. Jember dengan ketinggian tempat ± 89 m di atas
permukaan laut. Suhu rata-rata 23 ºC - 32ºC. Penelitian ini akan dilaksanakan
dari bulan Oktober – Februari 2018.
3.2
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk kayu gergaji, bekatul,
tepung ampas tahu, kalsium carbonat/kapur (CaCO3), dan isolat berupa propagul Pleurotus ostreatus (F2) sebagai bahan
untuk media tanam jamur. Bahan lain yang digunakan adalah plastik Polipropilen
ukuran 17, kapas, lakban, kertas label, alkohol 70%, dan kertas milimeter blok.
Penelitian ini menggunakan alat yaitu skop, cangkul, steam boiller, alat
pengepres, gelas ukur, rak pemeliharaan, jarum ose, ring, cincin baglog, mesin
penggiling, lampu bunsen, dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi dalam RAK dengan dua faktor.
Faktor I : Pelubangan (P) yang
terdiri dari :
M1 : 1 lubang depan dan belakang
M2 : 2 lubang depan dan belakang
M3 :
3 lubang depan dan belakang
Faktor II : Nutrisi Tepung Ampas
Tahu (T) yang terdiri dari :
T1 : 25 % tepung ampas tahu + 100%
bekatul
T2 : 50 % tepung ampas tahu + 75%
bekatul
T3 : 70 % tepung ampas tahu + 50%
bekatul
Dari kedua
faktor tersebut diperoleh kombinasi sebanyak 9 kombinasi perlakuan,
masing-masing diulang sebanyak 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri atas 15 baglog sehingga terdapat 405 baglog.
Berikut ini adalah denah lay out percobaan jamur tiram yang akan digunakan
dalam penelitian :
I
|
|
II
|
|
III
|
P3T3
|
|
P2T2
|
|
P1T2
|
P3T2
|
|
P2T1
|
|
P1T1
|
P3T1
|
|
P2T3
|
|
P1T3
|
|
|
|
|
|
P1T3
|
|
P3T1
|
|
P2T3
|
P1T1
|
|
P3T3
|
|
P2T1
|
P1T2
|
|
P3T2
|
|
P2T2
|
|
|
|
|
|
P2T1
|
|
P1T2
|
|
P3T2
|
P2T2
|
|
P1T1
|
|
P3T1
|
P2T3
|
|
P1T3
|
|
P3T3
|
Keterangan
:
P1T1 : 1 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 25% tepung
ampas tahu + 75% bekatul
M1T2 : 1 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 50% tepung ampas tahu + 50% bekatul
M1T3 : 1 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 75% tepung ampas tahu + 25% bekatul
M2T1 : 2 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 25% tepung ampas tahu + 75% bekatul
M2T2 : 2 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 50% tepung ampas tahu + 50% bekatul
M2T3 : 2 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 75% tepung ampas tahu + 25% bekatul
M3T1 : 3 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 25% tepung
ampas tahu + 75% bekatul
M3T2 : 3 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 50% tepung ampas tahu + 50% bekatul
M3T3 : 3 pelubangan depan dan
belakang + 50% serbuk gergaji + 75% tepung ampas tahu + 25% bekatul
3.4
Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan dalam
penelitian ini diantaranya yaitu persiapan media tanam, sterilisasi, inokulasi,
pemeliharaan, panen, dan pengambilan data.
3.4.1 Persiapan Media Tanam
Bahan yang digunakan terdiri dari
serbuk gergaji, tepung ampas tahu, bekatul dan kapur. Ampas tahu yang digunakan adalah ampas tahu yang sudah
diperas dan dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling menjadi tepung ampas
tahu.
Bahan-bahan dicampur menjadi satu
sesuai dengan perlakuan hingga homogen dan disiram dengan air hingga mencapai
kelembaban 60-65 % dengan ciri-ciri media tidak akan hancur ketika digenggam,
kemudian dimasukkan kedalam kantong
plastik polipropilen berukuran 17 cm dan
dipadatkan menggunakan kayu penumbuk atau botol. Media yang telah padat
(baglog) diberi lubang dengan kedalaman ± 5 cm sebagai tempat bibit,
selanjutnya dipasang cincin di mulut baglog dan terakhir ditutup dengan kapas.
3.4.2
Sterilisasi
Tujuan dilakukannya sterilisasi yaitu untuk mendapatkan
serbuk kayu yang steril bebas dari mikroba dan jamur lain yang tidak dikendaki. Tahapan sterilisasi yang dilakukan dalam penelitian yaitu :
a.
Baglog yang
telah diisi media dari masing-masing perlakuan, kemudian dimasukkan ke dalam
steam boiler
b.
Baglog
dimasukkan satu persatu hingga semua
bagian steam terpenuhi
c.
Steam boiler
yang sudah penuh kemudian ditutup dan
dikunci, sebelum melakukan sterilisasi terlebih dahulu dilakukan pengecekkan
tabung air, apabila tabung air kosong maka diisi terlebih dahulu hingga 3/5
bagian .
d.
Tabung air yang
telah siap kemudian dipasang tabung gas, setelah itu steam boiler dinyalakan menggunakan korek
api.
Sterilisasi media
dilakukan dengan suhu 100°C selama 6-8 jam. Proses
selanjutnya
membiarkan suhu steam boiller
dingin dengan sendirinya
selama 1 x 24 jam kemudian baglog dapat
dikeluarkan dan dipindah ke ruang inokulasi. Baglog didiamkan selama satu malam di dalam ruang
inokulasi yang steril hingga suhu baglog kembali normal.
3.4.3 Inokulasi
Inokulasi adalah proses pemindahan sejumlah kecil miselium jamur dari
biakan induk kedalam media tanam yang telah disediakan. Inokulasi dilakukan
pada ruangan steril. Kegiatan inokulasi dimulai dengan menyalakan api bunsen dan membakar alat yang akan digunakan di atas api bunsen. Tangan disterilkan dengan menggunakan alkohol kemudian dilanjutkan
dengan membuka
dan
memindahkan bibit yang berasal dari dalam botol ke dalam baglog dengan
menggunakan spatula panjang dengan kondisi yang steril. Bibit yang dimasukkan
sebanyak ± 10 gram, setelah bibit dimasukkan tutup kembali mulut cincin media
dengan menggunakan kapas. Proses inokulasi harus dilakukan dengan cepat untuk
mengurangi terjadinya kontak media bagian dalam dengan udara sehingga
kontaminasi bisa dihindari.
3.3.4 Inkubasi
Proses ini dilakukan setelah inokulasi selesai, kemudian baglog
dipindahkan ke ruang inkubasi dengan suhu 28-30ºC, kelembaban 65-80% dan
intensitas cahaya ± 10%. Ruangan
tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran disekitarnya seperti sarang
laba-laba, debu dan semacamnya. Ruangan harus selalu dalam kondisi bersih untuk
menghindari adanya kontaminasi pada media. Baglog
yang sudah diinokulasi ditata di atas rak bambu sesuai perlakuan. Baglog yang menjadi sampel dipasangi kertas millimeter untuk
memudahkan saat pengamatan serta
masing-masing perlakuan diberikan identitas kode perlakuan, ulangan dan nomor
sampel (labelisasi) agar data yang diperoleh lebih valid.
Inkubasi dilakukan selama
± 30-40
hari setelah inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselium jamur dapat diketahui
±1 minggu setelah inokulasi,
apabila miselium yang tumbuh berwarna lain segera dilakukan
sterilisasi dan inokulasi kembali atau baglog disingkirkan. Bibit jamur yang berhasil tumbuh
ditandai dengan penyebaran miselium yang berwarna putih sampai menutupi baglog
minimal 75%. Media tanam siap dipindahkan ke ruang penumbuhan (kumbung) apabila
miselium sudah memenuhi seluruh baglog.
3.4.5 Pemindahan
ke Ruang Budidaya
Satu bulan di tempat inkubasi, miselium
jamur yang berwarna putih sudah tumbuh memenuhi media dan siap untuk
dipindahkan ke ruang penumbuhan (kumbung).
Kumbung
yang akan digunakan sebagai ruang budidaya terlebih dahulu harus dibersihkan
dari kotoran baik sampah maupun sarang binatang misalnya laba-laba dan semut. Ruangan juga harus
disiram dengan air baik dinding, lantai maupun rak-rak penyimpanan. Baglog yang dipindah diletakkan di atas rak dan ditata dengan
rapi sesuai denah layout setiap unit percobaan.
3.4.6 Pembukaan
Tutup dan Teknik Pelubangan
Baglog yang telah dipenuhi miselium dan ditata di atas rak ruang tumbuh, dapat dilakukan penumbuhan dengan
cara membuka kapas dan cincin baglog.
Plastik di permukaan bawah
baglog disobek menggunakan cutter dengan hati-hati sehingga
air tidak dapat menggenang. Pada 3 - 5
minggu
setelah tutup dibuka, badan buah jamur akan terbentuk dan setelah
beberapa hari jamur dapat dipanen. Tahap pelubangan berikutnya yaitu pada bagian belakang baglog dilubangi atau plastik disayat membentuk
huruf L jika terlihat pin head tumbuh di samping atau bagian bawah baglog
sehingga nutrisi media pada baglog dapat termanfaatkan sampai habis.
3.4.7 Pemeliharaan
Pemeliharaan di ruang penumbuhan
seperti penyiraman dilakukan
minimal dua kali sehari yaitu pagi
dan
sore hari. Bagian
ruangan yang disiram
adalah lantai
dan dinding ruangan. Penyiraman dilakukan untuk mengkondisikan ruangan agar
suhu terjaga berkisar antara 22-28°C dan kelembaban 80-95%. Penyiraman dilakukan dengan sistem pengkabutan
untuk menjaga kelembaban pada baglog. Pemeliharaan lain yaitu sanitasi atau
pembersihan lingkungan kumbung dan penyemprotan langsung ke media jika media
mulai kering karena telah beberapa kali panen.
3.4.8 Pemanenan
Pemanenan
jamur dilakukan dengan cara dipetik dari pangkal batang agar tidak tersisa pangkal batang pada media. Waktu
pemanenan yakni pada pagi hari agar jamur masih dalam kondisi segar, dilakukan setiap hari tergantung dari pertumbuhan tubuh
buah jamur dan dilakukan
3-5
hari
setelah muncul pinhead dengan frekuensi panen
tiap baglog yaitu 2-5 kali. Pemanenan jamur dilakukan berdasarkan kriteria panen jamur yaitu
berukuran besar dan bertepi runcing akan tetapi belum mekar penuh/pecah, warna jamur tiram belum pudar, tekstur jamur tiram
masih kokoh dan lentur. Jamur tiram yang telah dipanen dibersihkan pangkal
batang tubuh buahnya dengan cara dipotong menggunakan gunting.
3.4.9 Pengumpulan Data
Pengambilan data dimulai ketika miselium mulai muncul hingga jamur
dipanen. Data yang diambil diperoleh dari pengukuran masing-masing parameter
yang diamati. Dari 15 baglog yang digunakan, diambil 10 baglog sebagai sampel tiap ulangan untuk pengambilan data. Pengambilan data diakhiri setelah
5 kali produksi.
3.5
Parameter Pengamatan
3.5.1
Pertumbuhan Miselium Jamur ( cm )
Pengamatan terhadap pertumbuhan miselium dilakukan setiap 3 hari sekali
dimulai dari tumbuhnya miselium pertama setelah
inokulasi (HSI) hingga media dipenuhi oleh miselium jamur, diukur dengan
menggunakan kertas milimeter blok dan diambil 10 baglog/satuan unit percobaan kemudian dirata-rata.
3.5.2
Lama Muncul Pin Head Setelah Inokulasi ( HSI )
Pengamatan
lama muncul pin head jamur tiram dilakukan dengan mengamati pertumbuhan pin
head pertama setelah inokulasi pada setiap sampel. Kriteria pin head yang
tumbuh yaitu dengan ukuran panjang ± 2 cm serta muncul bakal tudung jamur
tiram. Pengamatan dilakukan setiap hari setelah pemindahan jamur ke ruang
budidaya dan dinyatakan dalam hari setelah inokulasi (HSI).
3.5.3
Produksi Jamur Tiram
1.
Berat Total
Produksi Jamur per Baglog (gram)
Pengamatan berat total
produksi per baglog jamur tiram dilakukan dengan menimbang berat jamur tiram
setiap kali panen pada 10 sampel setiap
perlakuan selama masa produksi.
2. Rata-rata Jumlah Tudung Jamur per Baglog
Jumlah tudung buah pada
jamur tiram di hitung setiap kali panen dengan menghitung jumlah tudung per
sample kemudian di rata-rata, ciri-ciri tudung yang dipanen yaitu
tudung terbuka sempurna dan diamati selama masa produksi jamur tiram.
3. Rata-Rata
Diameter Tudung Per Baglog (cm)
Data pengamatan
diameter tudung jamur dilakukan setiap kali panen dengan cara mengukur diameter
tudung secara melintang menggunakan penggaris pada 3 tudung setiap rumpun,
kemudian di rata-rata.
4.
Rata-Rata
Panjang Tangkai Per Baglog (cm)
Data pengamatan rata-rata panjang tangkai dilakukan setiap kali panen dengan cara mengukur mulai dari pangkal
tangkai hingga ujung tangkai menggunakan penggaris. Parameter
panjang tangkai diperoleh dari
hasil perhitungan
rata-rata panjang tangkai jamur
tiram
yang diambil dari 3 sampel tudung tiap panen sehingga diperoleh rata-rata dari
tiap media perlakuan.
5. Berat
Total Produksi Jamur Tiram Per Perlakuan (kg)
Pengamatan berat total produksi per
perlakuan pada
jamur tiram dilakukan dengan menimbang
berat total setiap kali panen pada
setiap perlakuan selama masa produksi kemudian dijumlahkan sesuai dengan
satuan unit percobaan.
3.5.4
Rata-rata
Interval Panen Jamur Tiram (hari)
Pengamatan interval panen jamur tiram
dilakukan setiap kali panen dengan mengamati interval panen pada masing-masing
perlakuan. Data interval
panen
diperoleh dengan
cara
mencatat
waktu yang dibutuhkan setiap media
perlakuan dalam membentuk badan buah yang siap
dipanen. Pengambilan data dilakukan
ketika panen pertama, kedua sampai kelima dan dari data tersebut dihitung
waktu yang dibutuhkan antara panen pertama dan kedua, kedua dan ketiga begitupun selanjutnya sampai panen kelima.
3.5.5
Masa Panen
Pengamatan masa panen jamur tiram dilakukan dengan cara mengamati lama
pemanenan (hari) mulai dari jamur tiram panen pertama hingga terakhir atau
baglog tidak memberikan nilai ekonomis.
3.5.6
Penyusutan Media Jamur Tiram (gram)
Data pengamatan penyusutan
media jamur diperoleh dengan menimbang media awal yang akan digunakan dikurangi
dengan berat media jamur yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis.
3.6
Analisa Data
Data dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (
uji F ) pada taraf 5% dan 1 %. Apabila uji F menunjukan adanya pengaruh
perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5 %.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi dan
Produktivitas Jamur Tiram (Pleurotus
ostreatus). http://www.bps.go.id.
Eka, Nadya. 2016.
Pemanfaatan Bagas Tebu
Sebagai Substitusi Media Tumbuh Dan Penambahan
Tepung Ampas Tahu Terhadap Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) .
Tugas Akhir. Program Studi Produksi Tanaman Hortikultura Jurusan Produksi Pertanian
dan Kehutanan Politeknik Negeri Jember.
No comments:
Post a Comment